Perbedaan, Perbandingan dan Menganalisis PNS & ASN
Disusun
Guna Memenuhi Penilaian Tugas
Mata Kuliah
Manajemen Personalia
Diploma III
Administrasi Perkantoran
Disusun Oleh :
Betty
Nugrahanti Mawengku
14020413060045
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2014
Paripurna
DPR RI, akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara
(ASN) menjadi UU, setelah Pimpinan Paripurna, Wakil Ketua DPR Pramono Anung
Wibowo, mengetok palu mendapat persetujuan dari anggota dewan yang hadir.
Dengan
disahkannya UU tersebut maka PNS akan menjadi suatu profesi dan berubah menjadi
aparatur Sipil Negara dan dengan berubahnya nama PNS menjadi ASN maqka semoga
saja bisa membawa dampak perubahan bagi birokrasi di dindonesia.dan bergeser
dari pola lama dilayani menjadi pelayan masyarakat.
Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Dalam
UU aparatus sipil Negara tersebut terjadi beberapaa perubahan mendasar yg akan
berdampak secara meluas diberbagai wilayah di indonesia dampak tersebut antara
lain jika selama ini walikota atau bupati menjadi Pembina seluruh pegawai
negeri yg ada didaerahnya masing masing, maka dengan undang-undang ASN ini
kewenangan bupati dilucuti dan dipangkas sebagai Pembina pegawai negeri sipil
dan kewenangan sebagai Pembina pegai negeri sipi atau aparatur sipil Negara
beralih kepada Sekertaris Daerah (Sekda) atau Sekertaris Kota (sekkot).
Akibat
perpindahan ini maka segalah hal yg terkait dengan kepegawaian berpindah
kesekda atau sekkot dan sekda atau sekkot merupakan jabatan tertinggi dalam
karir aparatur sipil Negara dan semua aparatur sipil Negara didaerah wajib taat
dan patuh kepada sekda bukan kepada bupati atau walikota.
Perbedaan PNS dan ASN
PNS
|
ASN
|
PNS, bila pensiun mendapat gaji setiap bulan.
PNS berperan
sebagai unsur utama sumber daya manusia.
Tunjangan
PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah dibebankan pada anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
|
ASN, pensiunan hanya sekali dibayar tetapi jumlahnya
bisa sampai miliaran (hanya dapat sekali, sehingga anak cucu tidak dapat
lagi).
Pegawai
ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tunjangan kinerja,
tunjangan kemahalan dan fasilitas bagi ASN di daerah dibebankan pada APBD
|
Perbandingan PNS dan ASN
menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 ini menegaskan.
PNS
|
ASN
|
PNS
berhak memperoleh:
a.
Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b.
Cuti;
c.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d.
Perlindungan; dan
e.
Pengembangan kompetensi.
|
Sedangkan
kewajiban ASN:
a.
Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang
sah;
b.
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan
kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
d. Menaati ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e.
Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran,
dan tanggung jawab;
f.
Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g.
Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan; dan
h.
Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
|
Analisis PNS dan ASN
Saya
yakin bahwa mayoritas masyarakat Indonesia dapat menjawab dengan tepat
kepanjangan dari PNS. Mereka pasti menjawab, Pegawai Negeri Sipil. Tetapi saya
juga yakin bahwa hanya sedikit orang yang mengetahui kepanjangan dari ASN.
ASN
memang terdengar asing walaupun ternyata memiliki arti yang sama dengan PNS.
ASN merupakan singkatan dari Aparatur Sipil Negara. Nah dalam waktu dekat,
sebutan PNS akan segera berganti dengan ASN setelah Rancangan Undang-Undang
Tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) disahkan menjadi Undang-Undang.
Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang serius akan mengganti Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 (UU No. 8 Th. 1974) tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (UU No. 43 Th. 1999) tentang Perubahan atas
UU No. 8 Th. 1974 dengan sebuah Undang-Undang baru yang sesuai dengan kebutuhan
dan situasi-kondisi saat ini. Selain itu, mereka menilai bahwa pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara sampai saat ini belum berdasarkan pada perbandingan
antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan
kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan,
penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan
yang baik.
Selain
mengubah sebutan PNS menjadi ASN, RUU ASN juga membuat beberapa perubahan
lainnya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah tentang Tunjangan (Pasal
76). Perhatikan Pasal 76 ayat (2) yang menjelaskan bahwa tunjangan tidak boleh
melebihi gaji pokok. Pertanyaan saya, apakah tunjangan kinerja (remunerasi)
yang selama ini telah dinikmati oleh sebagian kecil PNS (catatan: saya belum
termasuk golongan itu) jika pada saat ini nilainya melebihi gaji pokok maka
tunjangan tersebut akan dipotong atau malahan akan menaikan gaji pokok agar
lebih besar daripada tunjangan kinerja?
Perubahan
apa pun itu, saya hanya berharap bahwa Undang-Undang baru ini bisa membuat PNS
lebih baik dan memenuhi rasa keadilan dalam berbagai aspek. Semoga saja.
Berkenaan
dengan Pangkat dan Jabatan, UU ASN sedemikian rupa telah membentuk sebuah
mekanisme ideal untuk menciptakan organisasi pemerintah yang profesional.
Penempatan pegawai berdasarkan kualifikasi, kompetensi, moralitas dan
integritas pegawai serta kebutuhan organisasi adalah salah satu bentuk
idealisme tersebut.
Pembagian
jabatan berdasarkan kompetensi teknis, karakteristik dan pola kerja juga
merupakan bentuk lain dari upaya pemerintah menciptakan kondisi “right man on
the right place” yang selama ini seperti hanya mimpi belaka.
Selain itu
ketentuan tentang pengembangan dan pola karier yang harus disusun secara jelas
oleh seluruh instansi pemerintah yang terintegrasi secara nasional juga adalah
sesuatu yang selama ini didam-idamkan oleh para pegawai pada tataran
implementasi.
Didukukung
dengan keberadaan KASN dan Tim penilai kinerja sebagai lembaga pengawas
kebijakan kepegawaian dan lembaga pengukur efektifitas kinerja pegawai maka
menurut saya sistem kepegawaian ini sudah cukup ideal.
Akan tetapi
diantara berbagai keunggulan tersebut yang terpenting adalah tataran
pelaksanaan. Konsistensi dalam aturan pelaksanaan yang akan disusun ke depan,
penjabaran yang tepat terhadap substansi undang-undang serta pelaksanaan
konsisten dari seluruh stakeholder pelaksanalah yang akan menentukan tingkat
efektifitas Undang-Undang ini terhadap peningkatan mutu kinerja pegawai negeri
di masa yang akan datang.
Pengalaman
membuktikan berbagai upaya penciptaan kondisi efektif organisasi pemerintah
terbentur pada dua hal yakni mindset pegawai
negeri yang masih terbelakang (negatif) dan budaya organisasi yang negatif.
Mindset
pegawai negeri sebagai pekerjaan aman tanpa resiko pemecatan, PHK dan lain
sebagainya begitu mendarah daging dalam diri pegawai negeri dan budaya
organisasi yang masih permisif terhadap berbagai pelanggaran adalah dua hal
penting yang harus segera diperhatikan.
Dan menurut
saya Undang-Undang ini belum menyentuh ke arah sana. Semoga saja pandangan saya
ini salah.
Tapi tak
mengapa karena menurut saya upaya ke arah sana masih dapat dilakukan dalam
tataran operasional. Melakukan perubahan terhadap mindset dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan pra jabatan dan
dalam jabatan. Bisa pula dilakukan melalui “magang” di instansi swasta dan lain
sebagainya dan hal tersebut bisa dijabarkan dalam aturan operasional seperti PP
dan peraturan menteri.
Peningkatan
budaya organisasi positif dapat dilakukan melalui penegakan rewards dan
punishment yang konsisten. Dalam tataran operasional dapat diwujudkan dengan
disertai political will pimpinan.
Penegakan
aturan haruslah dimulai dari level pejabat pimpinan tinggi karena itu akan
menciptakan efek domino terhadap seluruh pegawai di bawahnya. Berbeda halnya
dengan jika itu dimulai dari bawah karena sangat kecil kemungkinan dapat
mempengaruhi level yang lebih tinggi.
Sumber:
No comments:
Post a Comment