PENGOLAHAN SUSU BOYOLALI
LAPORAN
Disusun
Guna Memenuhi Penilaian Tugas Kuliah
Mata Kuliah
Penulisan Laporan
Diploma III
Administrasi Perkantoran
Disusun Oleh :
Betty
Nugrahanti Mawengku
140204130600045
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2015
ABSTRAK
Peningkatan populasi sapi perah dapat dilakukan pada
sebuah daerah didukung potensi dari daerah tersebut. Potensi-potensi daerah
untuk pengembangan sapi perah dapat ditingkatkan dengan penyediaan ketersediaan
pakan, pengetahuan peternak, permintaan susu, pendapatan peternak,
infrastruktur pasar, peranan lembaga pemberi kredit dan kebijakan pemerintah
lokal. Tujuan penelitian ini untuk menentukan kondisi subsistem agibisnis sapi
perah di Kecamatan Musuk, dan faktor faktor yang mempengaruhi pendapatan sapi
perah di Kecamatan Musuk. Dua puluh desa di Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali
dipilih sebagai lokasi penelitian. Setiap desa dipilih dengan simple random
sampling sebanyak 6 orang. Total responden yang diambil sebanyak 120 orang.
Metode observasi dan wawancara secara lansung untuk mengambil data secara
langsung. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pendapatan peternak sebesar
Rp228.991,27/UT/bulan. Nilai R/C ratio sebesar 1,28. Analisis regresi
menunjukkan umur peternak, total produksi susu, dan biaya pakan berpengaruh
nyata terhadap pendapatan peternak. Location Quotient(LQ) populasi sebesar 1,67
dan nilai LQ sebesar 1,075. Analisis SWOT menunjukkan total skor internal dan
skor eksternal sebesar3,15 dan 318. Hasil menunjukkan bahwa sapi perah
potensial dikembangkan di Kecamatan Musuk.
(Kata kunci:
Sapi perah, Paradigma keberlanjutan, Pendapatan SWOT, LQ)
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan
zaman yang semakin modern dan pengetahuan maupun teknologi yang berkembang
pesat telah mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat secara umum. Masyarakat
dari golongan atas maupun bawah, sadar akan pentingnya kesehatan. Wujud
kesadaran masyarakat yakni dengan mengkonsumsi makanan yang mampu memenuhi
kebutuhan gizi, salah satunya susu.
Masyarakat
mengkonsumsi susu baik berupa susu segar maupun olahannya, seperti yoghurt,
keju, susu bubuk, susu skim, susu kental manis, dan lain sebagainya. Susu
sangat bermanfaat bagi pemenuhan gizi karena mengandung zat yang diperlukan
oleh tubuh yakni protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang berperan
penting bagi pertumbuhan, penggantian sel rusak, dan meningkatkan sistem imun
tubuh. Oleh karena itu minum susu sangat dianjurkan terutama pada masa anak –
anak untuk meningkatkan pertumbuhan dan kecerdasan.
Susu
di Indonesia diperoleh dari hasil pemerahan kambing
pada sapi perah. Kebanyakan sapi perah yang dikembangkan di Indonesia adalah
bangsa sapi Fries Holland maupun peranakannya. Populasi sapi perah terbesar di
Indonesia adalah di Boyolali Jawa Tengah. Peningkatan populasi sapi perah dapat
dilakukan pada sebuah daerah didukung potensi dari daerah tersebut.
Potensi-potensi daerah untuk pengembangan sapi perah dapat ditingkatkan dengan
penyediaan ketersediaan pakan, pengetahuan peternak, permintaan susu,
pendapatan peternak, infrastruktur pasar, peranan lembaga pemberi kredit dan
kebijakan pemerintah lokal.
1.2 Perumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana keadaan
populasi sapi perah yang ada di Boyolali, Jawa Tengah?
1.2.2
Bagaimana prospek industri susu?
1.2.3
Bagaimana proses pengolahan susu dan keju?
1.2.4
Bagaimana peluang usaha pengolahan susu dan keju?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Mengetahui populasi
sapi perah yang ada di wilayah Boyolali, Jawa Tengah.
1.3.2
Mengetahui peran
koperasi yang berkaitan dengan pemasaran susu dan keju ada di Boyolali, Jawa Tengah.
1.4 Manfaat
Penelitian
Supaya tahu bahwa susu
sangat bermanfaat bagi pemenuhan gizi dan tahu bahwa susu mengandung zat yang diperlukan oleh
tubuh yakni protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang berperan
penting bagi pertumbuhan, penggantian sel rusak, dan meningkatkan sistem imun
tubuh
TINJAUAN
PUSTAKA
Boyolali
merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Boyolali terkenal dengan
sebutan kota susu karena didaerah tersebut merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa
Tengah.
Prospek
industri pengolahan susu di analisis dengan menggunakan metoda SWOT, yang
bertujuan menganalisis situasi perusahaan yang meliputi lingkungan internal
terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan
eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threaten). Oleh karena itu perlu
segera dilakukan pembenahan, agar industri pengolahan susu dalam negeri tetap
punya daya saing, salah satunya dengan cara dikeluarkannya kebijakan Pemerintah
lewat Departemen Keuangan tanggal 24 Januari 2001, yang mengenakan PPn BM
sebesar 10 terhadap impor produk kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi
seperti keju, yoghurt dan mentega.
Susu
yang diperdagangkan harus memenuhi syarat HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat).
Syarat HAUS Susu segar ini diterjemahkan sesuai persyaratan kualitas susu dalam
SNI tahun 1998, yang antara lain mensyaratkan kandungan mikroba dalam susu
(TPC) sebesar 1 juta/ml. Hasil Survey Dinas Peternakan Prop. Jabar (2001)
menunjukan bahwa kandungan mikroba susu di tingkat peternak 65 % diatas 3
juta/ml dan hanya 35 % di tingkat KUD yang kandungannya dibawah 3 juta/ml .
Tingkat produksi
rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah sekitar 3,050 liter atau
sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya produksi susu permasa
laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya
tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input produksi yang tinggi
untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal.
Banyaknya
jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan
peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Kabupaten Boyolali memiliki
potensi dalam besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali
turut kerjasama dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi dan mampu mengolah hingga 1
ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju. Pabrik keju Indrakila
memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik.
Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada
susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak
dan kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi
secara berlebihan. Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis
susu yang digunakan. Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah
ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang
tinggi. Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak
kecil karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang
dewasa. Keju memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tergantung jenis air susu
yang digunakan, jenis mikrobia yang dipakai dalam fermentasi, lama proses
fermentasi maupun penyimpanan ("pematangan"), faktor makanan yang
dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu
METODE
Penelitian dilakukan dengan metode survei, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data pokok (Umar, 2000). Kecamatan Musuk dipilih secara sengaja,
karena merupakan salah satu potensi pengembangan sapi perah. Hal ini terlihat
dengan jumlah populasi sapi perah terbanyak dibandingkan
dengan Kecamatan lain yang ada di Kabupaten Boyolali.
Usaha sapi perah di wilayah ini menghasilkan produksi susu mencapai ±
12.320.000 liter/bulan, dengan jumlah populasi ternak sapi perah sebanyak
19.672 ekor. Penentuan jumlah responden untuk mewakili populasi dilakukan
dengan perhitungan rumus Slovin, sebagai berikut:
n = N
1 + N.e2
Berdasarkan perhitungan rumus Slovin, maka responden
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 120 responden. Setiap desa
diambil 6 sampel peternak secara proporsional. Responden dalam penelitian ini
adalah peternak sapi perah yang memelihara dan memiliki 2 ekor sapi laktasi
yang ada di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara observasi dan wawancara langsung
dengan responden yaitu peternak sapi perah. Data-data
yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil observasi dan wawancara dengan peternak sapi perah dengan berpedoman pada
kuesioner. Data produksi susu di setiap desa dan produksi susu di tiap
kecamatan diperoleh dari catatan Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali dan Kantor
Kecamatan Musuk. Untuk analisis pendapatan usaha sapi perah rakyat (Soekartawi,
2002), persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
NP = TR – TC
NP = net income (jumlah keuntungan per tahun)
TR = total revenue (jumlah penerimaan per tahun)
TC = total cost (jumlah biaya per tahun).
Analisis efisiensi usaha menggunakan rumus:
R/C
Ratio = Total penerimaan
Total biaya
Kriteria pengujian efisiensi usaha sapi perahrakyat,
yaitu: R/C Ratio usaha sapi perah rakyat > 1,
maka usaha efisien; R/C Ratio usaha sapi
perahrakyat = 1, maka usaha belum efisien; R/C Ratio
usaha sapi perah rakyat < 1, maka usaha tidak efisien.
Analisis SWOT pengembangan usaha ternak sapi perah
meliputi analisis lingkungan internal
yaitu berupa variabel kekuatan dan kelemahan serta analisis
lingkungan eksternal yang berupa variable peluang dan ancaman. Setelah semua
informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan pengembangan usaha ternak sapi
perah dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi
tersebut dalam model kualitatif perumusan strategi.
Tabel 1. Cara menentukan Matriks SWOT (guide to
determine SWOT Matrix)
IFAS
EFAS
|
Strengths (S)
Tentukan 5-10 faktor - faktor kekuatan internal
|
Weaknesses (W)
Tentukan 5-10 faktor - faktor kelemahan internal
|
Opportunities (O)
Tentukan 5-10 faktor– factor peluang eksternal
|
Strategi SO (SO strategy)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
|
Strategi WO (WO strategy)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
|
Threats (T)
Tentukan 5-10 faktor– factor ancaman eksternal
|
Strategi ST (ST strategy)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman
|
Strategi WT (WT strategy)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman 127
|
Model yang akan dipakai yakni matrik SWOT dan matrik internal eksternal.
Matrik SWOT dipilih karena dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam pengembangan usaha ternak sapi perah
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Parameter yang
digunakan pada matrik internal dan eksternal, meliputi kekuatan internal dalam
pengembangan usaha ternak sapi perah dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Populasi
ternak sapi perah dianalisis dengan menggunakan model LQ.
Hendarto
(2000) menyatakan analisis LQ menyajikan perbandingan relatif kemampuan suatu
sektor di daerah tertentu dengan kemampuan sektor atau sub sektor yang sama di
daerah yang lebih luas.
LQ = Jumlah
ternak sapi perah kecamatan/jumlah sapi perah kabupaten
Produksi Jumlah seluruh ternak kecamatan/jumlah
seluruh ternak kabupaten
LQ HMT = Jumlah HMT kecamatan/jumlah HMT kabupaten
Jumlah seluruh lahan
kecamatan/jumlah seluruh lahan kabupaten
PEMBAHASAN
2.1. Populasi Sapi Perah di
Boyolali, Jawa Tengah
Boyolali
merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Boyolali terkenal dengan
sebutan kota susu karena didaerah tersebut merupakan sentra peternakan sapi
perah terbesar di Jawa Tengah. Secara geografis Boyolali dibagi menjadi dua
wilayah, yakni dataran tinggi dan dataran rendah. Kecamatan yang termasuk
dataran tinggi yakni kecamatan Cepogo, Musuk, Ampel, dan Selo. Daerah ini
merupakan tempat yang cocok untuk pengembangan sapi perah, karena tempatnya
yang sejuk dan didukung oleh ketersediaan pakan hijau yang melimpah dan sumber
air yang bersih.
Penduduk
kabupaten Boyolali banyak yang memelihara sapi perah untuk menambah pendapatan
keluarga disamping pendapatan utamanya sebagai petani. Pada umumnya sapi perah
yang ada di Indonesia adalah bangsa sapi Fries Holland (FH) dan peranakannya. Menurut Syarief dan
Sumoprastowo (1984), bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki
tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya.
Dengan tingkat produksi rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah
sekitar 3,050 liter atau sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya
produksi susu permasa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20
liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan
input produksi yang tinggi untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian
produksi optimal.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Setyono (1984), peternakan sapi perah yang ada di
kabupaten Boyolali terdapat tiga pola usaha yang ditinjau dari output yang
dihasilkan. Pola
usaha tersebut antara lain :
1.
Memelihara
sapi perah dengan output utama susu
2.
Memelihara
sapi perah dengan output utama berupa anak sapi
3.
Memeliharaan
sapi perah dengan output utama susu dan anak sapi.
Sistem
pemberian pakan pada umumnya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pagi dan sore
hari. Hijauan segar diberikan sebanyak 25-30 kg setiap hari. Pemberian pakan
dilakukan setelah pemerahan. Pemberian konsentrat jadi sebanyak 4-5 kg dan
diberikan 2 kali sehari. Air minum tidak diberikan secara ad libitum sebab
peternak hanya memberikan air minum pada saat memberikan komboran.
Sistem
pemerahan yang dilakukan umumnya masih bersifat tradisional, yaitu pemerahan
susu dilakukan secara manual menggunakan tangan. Pemerahan umumnya dilakukan
dua kali sehari setelah diberikan pakan konsentrat dan sebelum pemberian pakan
hijauan. Pemerahan pagi dilakukan pukul 05.00 sampai 06.00 WIB, sedangkan
pemerahan sore dilakukan mulai pulul 15.00 sampai 16.00 WIB.
Kabupaten
Boyolali merupakan wilayah pengembangan peternakan sapi perah dan sekaligus
penghasil susu terbesar di Jawa Tengah.
Jamal (2009), dalam penelitiannya, perkembangan Populasi Ternak Sapi
Perah di Kabupaten Boyolali Tahun 1998 – 2007 dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini :
No
|
Tahun
|
Jumlah
Populasi (ekor)
|
Produksi
Susu (liter)
|
1.
|
1998
|
54.315
|
29.701.590
|
2.
|
1999
|
56.137
|
30.306.596
|
3.
|
2000
|
57.278
|
29.329.261
|
4.
|
2001
|
59.525
|
29.568.847
|
5.
|
2002
|
63.848
|
30.777.829
|
6.
|
2003
|
56.193
|
31.177.928
|
7.
|
2004
|
57.948
|
30.564.850
|
8.
|
2005
|
58.792
|
27.295.835
|
9.
|
2006
|
59.687
|
29.461.368
|
10.
|
2007
|
59.687
|
28.825.200
|
2.2. Prospek Industri Susu
2.2.1 Analisis Strategi
Prospek
industri pengolahan susu di analisis dengan menggunakan metoda SWOT, yang
bertujuan menganalisis situasi perusahaan yang meliputi lingkungan internal
terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan
eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threaten).
Langkah
selanjutnya untuk merumuskan strategi adalah mengkombinasikan analisis faktor
internal dan eksternal dalam analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan kombinasi
strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya,
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Analisis SWOT tersebut ungkapkan
dalam strategi bisnis berikut.
Faktor-faktor
strategis internal yang menjadi kekuatan (strength) industri pengolahan susu
dipaparkan sebagai berikut:
·
Kendali mengatur harga
susu segar (bahan baku industri pengolahan susu) yang dijual peternak lewat
GKSI, karena jumlah perusahaan pengolahan susu yang ada membentuk pasar
oligopsoni.
·
Struktur industri yang
memiliki kekuatan untuk menghambat masuknya pemain baru dalam industri,
dikarenakan adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan pemerintah tentang DNI
yang menghambat adanya investasi baru, serta skala produksi yang besar dan
mapan.
·
Tingkat keuntungan
usaha cukup besar karena industri pengolahan susu termasuk industri padat modal
dengan menggunakan teknologi tinggi sehingga efisiensi produksi dapat dicapai.
·
Jaringan distribusi
pemasaran sudah terkoordinasi, karena perusahaan mempunyai cabang usaha
distribusi pemasaran sendiri-sendiri.
·
Pada skala besar,
industri pengolahan susu mempunyai daya tahan yang cukup baik terhadap
perubahan biaya dan penerimaan (nilai sensitivitas sampai 10%), dengan payback
period kurang dari 4 tahun.
Faktor-faktor
strategis internal yang menjadi kelemahan (weakness) industri pengolahan susu
dipaparkan sebagai berikut.
a. Komponen
impor bahan baku yang tinggi (70 – 75%) membuat pengadaan bahan baku industri
pengolahan susu sangat tergantung dengan fluktuasi nilai tukar mata uang
regional. Kondisi nilai tukar mata uang regional yang menurun mengakibatkan
industri pengolahan susu lebih mengandalkan pasokan bahan baku dalam negeri
yang masih rendah. Akibatnya, industri pengolahan susu berproduksi di bawah
kapasitas optimal.
b. Biaya
produksi yang tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar untuk
mengembangkan perusahaan maupun mengganti peralatan produksi yang sudah tua. Modal
investasi cukup besar karena industri pengolahan susu ini termasuk industri
padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi.
c. Pada
skala kecil, industri pengolahan susu sangat sensitiv terhadap perubahan biaya
dan penerimaan sehingga sangat beresiko.
Faktor-faktor
strategis eksternal yang menjadi peluang (opportunity) industri pengolahan susu
dipaparkan sebagai berikut.
o Pembebasan
impor bahan baku susu dengan dicabutnya kebijakan pemerintah tentang Bukti
Serap dan Rasio susu membuka peluang untuk meningkatkan produksi susu olahan
dalam negeri, karena tidak ada lagi hambatan impor bahan baku.
o Besarnya
potensi pasar dan populasi Indonesia. Meningkatnya kesadaran gizi masyarakat
dan hidup sehat, serta masih rendahnya konsumsi produk susu olahan per kapita
masyarakat Indonesia, yaitu sebesar 4,7 kg/kapita/tahun. Laju konsumsi per
tahun (6,1%) yang lebih besar dari laju produksi (3,1%) merupakan peluang
pengembangan industri pengolahan susu nasional.
o Diversifikasi
produk olahan susu.
o Perbaikan
kondisi ekonomi makro. Adanya perbaikan perekonomian nasional yang
diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2000 yang semakin
kuat memberikan harapan untuk berinvestasi dan berusaha kembali.
o Trend
permintaan produk susu diproyeksikan cenderung meningkat yang ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya nilai konsumsi masyarakat akan produk susu.
Faktor-faktor
strategis eksternal yang menjadi ancaman (threaten) industri pengolahan susu
dipaparkan sebagai berikut.
1. Perubahan
geopolitik di dalam negeri tidak menentu. Situasi politik dan keamanan dalam
negeri yang rawan akan berdampak buruk bagi perkembangan bisnis industri
pengolahan susu dalam negeri.
2. Globalisasi
pelaku industri.
3. Skema
insentif dan subsidi langsung/tidak langsung di negara asal pengekspor bahan
baku susu impor.
4. Hambatan
standar kualitas dan mutu yang diterapkan pasar internasional terhadap produksi
susu.
Oleh
karena itu perlu segera dilakukan pembenahan, agar industri pengolahan susu
dalam negeri tetap punya daya saing, salah satunya dengan cara dikeluarkannya
kebijakan Pemerintah lewat Departemen Keuangan tanggal 24 Januari 2001, yang
mengenakan PPn BM sebesar 10 terhadap impor produk kepala susu atau susu yang
diasamkan/diragi seperti keju, yoghurt dan mentega.
2.2.2. Analisis Daya Saing Industri Pengolahan Susu
Daya
saing industri pengolahan susu diestimasi dengan beberapa variabel, yaitu
ekspor, impor, produksi, pasokan dalam negeri, harga produk susu domestik, dan
kelayakan usaha. Tabel di bawah menunjukkan hasil analisis tersebut. Skoring
ditetapkan berdasarkan hasil analisis trend, proyeksi dan pergerakan
masing-masing parameter.
Penentuan
Daya Saing Industri Pengolahan Susu
No.
|
Parameter
|
Trend
|
Proyeksi
|
Pergerakan
|
Nilai
|
1.
|
Ekspor Indonesia
|
+
|
+
|
+
|
3
|
2.
|
Impor Indonesia
|
+
|
+
|
+
|
3
|
3.
|
Produksi Indonesia
|
+
|
+
|
+
|
3
|
4.
|
Pasokan dalam negeri
|
+
|
+
|
+
|
3
|
5.
|
Harga
Produk susu domestik:
|
||||
Susu cair
|
+
|
+
|
+
|
3
|
|
Susu kental manis
|
+
|
+
|
+
|
3
|
|
Susu bubuk
|
+
|
+
|
+
|
3
|
|
6.
|
Pasokan Indonesia
|
+
|
+
|
+
|
3
|
7.
|
Kelayakan usaha dilihat dari sensitivitas apabila terjadi
kenaikan biaya 10% dan penurunan penerimaan sebesar 10 persen
|
||||
Susu cair
|
-
|
-
|
-
|
0
|
|
Susu kental manis
|
+
|
+
|
+
|
3
|
|
Susu bubuk
|
+
|
+
|
+
|
3
|
|
Total Nilai
|
30
|
Keterangan
: Daya saing tinggi : Total Nilai > 75%
:
Daya saing sedang : Total Nilai 50 – 75%
:
Daya saing rendah : Total Nilai < 50%
Sumber
: Hasil Pengolahan, 2001
Meskipun
daya saing industri pengolahan susu dalam negeri tinggi berdasarkan hasil
skoring, namun tetap harus memperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi daya
saing industri pengolahan susu, diantaranya posisi Indonesia sebagai negara
pengimpor produk bahan baku susu, dengan komponen impor rata-rata 65% per
tahun. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi target ekspor negara-negara
produsen susu dunia, dengan produk olahan susu yang murah dan kualitas yang
baik.
2.2.3.
Penanganan Susu
Secara
turun temurun masyarakat kita sudah mengenal cara beternak, namun alangkah
lebih baik lagi apabila ketrampilan yang sudah ada dilengkapi dengan
pengetahuan yang menyeluruh mengenai metode beternak yang benar sampai dengan
pengolahan hasil akhirnya secara tepat.
Sapi
perah merupakan ternak yang sangat tepat untuk dikembangkan mengingat ternak
tersebut dapat menghasilkan sekaligus dua produk utama yaitu susu sapi dan
daging, serta paling efisien dalam mengonversi pakan menjadi produk pangan. Oleh karena itu pada
bahasan materi kali ini kami mencoba mengulas materi penanganan dan pengolahan
Susu sapi secara lebih mendalam.
Susu
murni adalah cairan yang berasal dari kambing
(sapi) sehat yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi
atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain (SK Dirjen Peternakan No. 17
tahun 1983)
Susu
yang diperdagangkan harus memenuhi syarat HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat).
Syarat HAUS Susu segar ini diterjemahkan sesuai persyaratan kualitas susu dalam
SNI tahun 1998, yang antara lain mensyaratkan kandungan mikroba dalam susu
(TPC) sebesar 1 juta/ml. Hasil Survey Dinas Peternakan Prop. Jabar (2001)
menunjukan bahwa kandungan mikroba susu di tingkat peternak 65 % diatas 3
juta/ml dan hanya 35 % di tingkat KUD yang kandungannya dibawah 3 juta/ml .
Mengingat
Susu merupakan bahan makanan berkadar asam rendah (pH sekitar 6,6), maka
didalam proses penanganan pasca panen dan pasteurisasi susu peranan bakteri
sebagai penyebab kerusakan susu harus mendapat perhatian utama.
Bakteri
dalam Susu pada
dasarnya dikenal 3 macam type bakteri, yaitu ;
1. Bakteri
Pathogen adalah jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau dapat meghasilkan racun (toksin) yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Contoh dari bakteri pathogen a.l : Bakteri TBC; Coli, dll.
2. Bakteri
Pembentuk Spora, sangat perlu diperhatikan bila akan memproduksi bahan makanan
steril dan berasal dari bahan makanan berkeasaman rendah. Satu bakteri dalam
lingkungan yang kritis akan melindungi diri dengan jalan membentuk spora. Dan
bila kemudian keadaan lingkungan memungkinkan pertumbuhan lagi maka satu spora
tersebut akan berkecambah dan membentuk satu bakteri lagi.
3. Bakteri
Vegetative merupakan semua bentuk bakteri yang dalam keadaan hidup, tumbuh dan
berkembang.
Adapun
faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri adalah :
1.
Temperatur/Suhu
2.
Komposisi bahan makanan
3.
Kelembaban
4.
Oksigen.
2.3. Peluang Usaha
Pengolahan Susu dan Keju
Peluang
perkembangan usaha pengolahan susu masih terbuka luas untuk tumbuh dan
berkembang sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan per kapita, peningkatan kesadaran gizi masyarakat, dan sebagainya.
Pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan jumlah konsumsi susu nasional,
sedangkan peningkatan kesadaran gizi masyarakat dan pendapatan per kapita akan
meningkatkan konsumsi susu oleh masyarakat.
Pesatnya
perkembangan usaha susu segar dalam negeri selama periode pra krisis ekonomi
tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang kondusif. Kebijakan pemerintah yang
mewajibkan usaha pengolahan susu menyerap susu segar dalam negeri sebagai
pendamping dari susu impor untuk bahan baku usahanya, selain menguntungkan
peternak yaitu menjamin pemasaran susu segar mereka, juga disinyalir telah
menciptakan inefisiensi usaha peternakan sapi perah sebagai usaha hulu usaha
pengolahan susu. Namun demikian, intervensi tersebut dapat ditolerir, karena
selama ini usaha peternakan sapi perah lebih banyak ditujukan pada pencapaian
tujuan sosial, yaitu penciptaan lapangan kerja.
Tantangan
dan peluang yang dihadapi usaha pengolahan susu nasional ke depan perlu
mendapat perhatian serius dari para peternak sebagai usaha hulu usaha
pengolahan susu, perbankan sebagai penyedia kredit investasi, pemerintah
sebagai penentu kebijakan serta integrasi model sistem agribisnis usaha
pengolahan susu yang berada di hilir (usaha makanan dan lainnya). Perpaduan
unsur-unsur ini diharapkan mampu membawa usaha pengolahan susu nasional lebih kompetitif
dan memberikan sumbangan lebih besar terhadap pembangunan nasional.
Keju adalah salah
satu produk olahan susu yang banyak digemari oleh banyak kalangan. Keju sangat populer hampir
di seluruh dunia. Keju dihasilkan dari proses pemisahan zat padatan dalam susu
melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan
dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut kemudian
dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Produk-produk
keju bervariasi ditentukan oleh jenis susu, metode pengentalan, temperatur,
metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan
pengawetan. Susu yang digunakan untuk proses pembuatan keju umumnya adalah susu
sapi. Namun, bisa juga dengan menggunakan
susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau.
Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada
susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak
dan kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi
secara berlebihan. Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis
susu yang digunakan. Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah
ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang tinggi.
Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil
karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa.
Keju memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tergantung jenis air susu yang
digunakan, jenis mikrobia yang dipakai dalam fermentasi, lama proses fermentasi
maupun penyimpanan ("pematangan"), faktor makanan yang dikonsumsi
oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu.
Secara umum, proses pembuatan keje sama, meskipun
menggunakan bahan yang berbeda-beda.
Tahapan dalam proses pembuatan keju antara lain adalah:
1.
Pengasaman
Pemanasan susu untuk mensterilisasikan susu. Kemudian
diturunkan suhunya dan tambahkan bakteri Streptococcus dan Lactobacillus dapat
tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi
asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein
kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.
Bakteri asam laktat memberikan cita rasa yang khas dan lebih nikmat.
2.
Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang
dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi
bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang
dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya
air dadih tersebut dibuang. Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran
dengan bantuan alat, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air
dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras.
Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi
dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi
tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam,
tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut.
3.
Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya
berbeda-beda. Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam
cetakan. Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang
menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak
air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin
padat.
4.
Persiapan sebelum pematangan
Sebelum pematangan, dadih akan melalui proses
pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai ukuran optimal maka
ia harus dipisahkan dan dicetak. Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan
dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih
besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain. Sebelum
dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian
dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.
Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat
kekerasan yang diinginkan. Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak
karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih,
demikian pula halnya dengan keju iris karena berat dari keju tersebut juga
menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan. Meskipun demikian, sebagian besar
keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas penekanan berbeda-beda
bagi setiap keju.
Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar
keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang berbeda untuk mengasinkan
keju. Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang
kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju,
yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju
agar tidak matang terlalu cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar
diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu
berjam-jam sehingga berhari-hari. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci
bagian permukaan keju dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga
membantu menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju
agar tidak mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki
proses maturasi.
5.
Pematangan
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah
dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa. Pematangan disebabkan
oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produksi, dan
karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya.
Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat
kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan. Waktu pematangan ini bervariasi
mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju
keras seperti Parmigiano-Reggiano.
Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat
dilakukan untuk memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
a.
Stretching:
Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang
berserabut. Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan
Provolone.
b.
Cheddaring:
Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban.
Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh keju yang
mengalami proses ini adalah keju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
c.
Pencucian: Dadih
dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya
keju yang rasanya lembut. Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju
Edam, Gouda, dan Colby.
d.
Pembakaran: Bagi
beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F)
yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju
menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah
pembakaran (burning). Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental,
keju Appenzeller dan Gruyère.
Keju dapat dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan
proses pematangannya. Kelima kelompok tersebut adalah:
o Bakteri yang dimatangkan dari dalam
Contoh keju dari kelompok ini adalah Cheddar, keju Gouda,
dan Parmesan. Keju-keju dalam kategori ini menjadi lebih keras ketika matang.
Kematangannya akan terjadi seragam di seluruh bagian luar keju.
o Keju yang dicuci kulitnya:
Contoh keju dari kelompok ini adalah Limburger dan
Liederkranz. Keju-keju ini secara periodik dicuci bagian permukaannya dengan
air asin pada tahap pertama pematangan. Keju tipe ini memiliki kulit yang
berwarna oranye atau kemerah-merahan. Biasanya, keju ini akan menjadi lebih
lunak ketika matang dan memiliki aroma yang tajam.
o Keju bercoreng biru.
Contoh keju dari kelompok ini adalah Roquefort dan
Stilton. Keju-keju ini mengandung biakan kapang atau jamur yang menyebar ke
seluruh bagian dalam keju.
o Keju berlapis kapang
Contoh keju dari kelompok ini adalah Brie, Camembert,
dan St. Andre. Keju-keju jenis ini memiliki lapisan kulit yang berbulu akibat
kapang.Lapisan tersebut berwarna putih ketika keju masih muda tetapi dapat
menjadi lebih gelap atau coreng-coreng ketika keju mengalami proses pematangan.
o Keju yang tidak dimatangkan
Contoh keju dari kelompok ini adalah cottage cheese,
keju krim, dan baker's cheese. Keju jenis ini tidak mengalami proses
pematangan.
2.4. Peluang usaha pengolahan keju
Boyolali
memang merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Tengah. Menurut data
dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Boyolali, sebanyak 14 dari total 19
kecamatan yang ada di Boyolali menghasilkan susu setiap harinya, dengan
rata-rata 120.000 liter per hari. Jumlah dalam setahun sebanyak 48.075.220
liter pada tahun 2013. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya,
sehingga tidak heran kalau pemenuhan kebutuhan susu secara nasional, 53,43
persennya disuplai dari produksi susu di Jawa Tengah, terutama Boyolali.
Banyaknya
jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan
peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Seperti yang dilakukan oleh
Noviyanto, pria lulusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo ini telah
merintis usaha keju khas Boyolali. Kabupaten Boyolali memiliki potensi dalam
besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali turut kerjasama
dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi. Noviyanto terlibat dalam Lembaga
Donor Pemerintah Jerman tersebut yang bernama Deutscher Entwicklungsdient
(DED) dan memberikan pelatihan soal pemanfaatan susu. Selepas tugas dari DED,
Noviyanto mendirikan pabrik keju Indrakila pada tahun 2009. Pabrik keju yang
terletak di Dukuh Karangjati, Karanggeneng, Boyolali tersebut mampu mengolah
hingga 1 ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju.
2.4.1
Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran adalah variable-variabel yang dapat
dikendalikan oleh perusahaan, yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan
promosi.
A. Produk
Dimuka telah diuraikan bahwa produk yang dibuat adalah
produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Karena itu, bagian pemasaran seolah-olah
bertugas sebagai “mata” perusahaan yang harus selalu jeli dalam mengamati
kebutuhan konsumen. Koordinasi antara bagian pemasaran dengan bagian-bagian
lain di dalam perusahaan, dalam hal ini sangatlah diperlukan. Tanpa koordinasi
yang memadai antara bagian-bagian yang ada, akan terjadi kesimpang-siuran
sehingga setiap bagian mengartikan keinginannya konsumen berbeda satu sama
lain. Tanpa koordinasi yang baik, apa yang diinginkan oleh konsumen, sama
sekali berbeda dengan yang dipahami oleh masing-masing bagian. Akibatnya produk
yang dibuat tidak laku di pasaran. Jadi, apabila perusahaan ingin mendapatkan
keberhasilan dalam memasarkan produk, konsentrasi harus diarahkan pada
konsumen.
Perusahaan keju Indrakila
memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik. Mulai dari keju Mozarella
yang umum digunakan sebagai bahan masakan. Selain itu, jenis keju Fresh
Mozarella juga dihasilkan dari pabrik berskala UKM tersebut. Perbedaan
antara kedua jenis keju tersebut adalah, jenis Fresh Mozarella dikemas
bersama air olahan keju, sehingga menghasilkan teksturnya lebih lembut. Namun
jenis keju ini hanya dapat bertahan selama 7 hari apabila disimpan di dalam
kulkas, sedangkan jenis Mozarella dapat bertahan 4-6 bulan.
Tak
hanya itu, pabrik keju Indrakila juga memproduksi keju jenis Mountain,
atau biasa disebut keju tua. Berbeda dengan Mozarella yang hanya perlu
dilakukan pengeraman atau pengeringan selama 10 hari, namun untuk menghasilkan
jenis keju Mountain dibutuhkan waktu hingga 3 bulan lamanya. Hasilnya adalah
keju dengan tekstur yang lebih padat dan rasanya yang lebih tajam. Selain itu
ada juga jenis keju hasil kombinasi keju Mountain dengan cabai, bernama Mountain
Chilli. Keju Mountain Chilli memiliki tekstur yang sama dengan keju Mountain,
dengan keunikan adanya rasa pedas yang berasal dari cabai. Menurut Romy, bagian
manajemen perusahaan
keju Indrakila, keju Mountain Chilli rutin dipesan oleh ekspatriat di
Bali dengan jumlah hingga 25 kg setiap pemesanan.
Perusahaan keju Indrakila juga
membuat variasi dari keju Feta, yaitu Feta Blackpepper dan Feta Olive
Oil. Keduanya sama-sama memiliki rasa yang unik dan cocok untuk disajikan
bersama salad.
B. Harga
Harga merupakan yang dapat dikendalikan dan yang
menentukan diterima tidaknya suatu produk oleh konsumen. Perusahaan perlu
selalu memonitor harga yang ditetapkan oleh para pesaing agar harga yang
ditentukan oleh perusahaan tersebut tidak terlalu tinggi atau sebaliknya.
Untuk
penggemar keju tua, pabrik keju Indrakila juga memproduksi keju Parmesan,
yaitu keju yang membutuhkan waktu hingga satu tahun untuk proses pematangan.
Tekstur dari keju parmesan ini adalah lebih keras dari pada keju Mountain,
namun sangat cocok untuk dikonsumsi dengan roti atau dijadikan bahan dalam
membuat kue. Keju Parmesan dari perusahaan
keju Indrakila ini merupakan salah satu produk yang spesial, dijual dengan
harga yang sedikit lebih mahal dibanding jenis keju yang lainnya, yaitu Rp 270.000,- per kilogram.
Selain
keju Parmesan, juga ada keju Boyobert atau singkatan dari Boyolali-Bert.
Boyobert merupakan keju yang dibuat seperti keju asal Italia, yaitu camembert.
Keju Boyobert memiliki tekstur yang sangat lembut dan dibuat dengan
penambahan jamur penicilium candidum. Jenis keju ini diklaim merupakan
satu-satunya yang diproduksi secara lokal di Indonesia. Karena itulah jenis
keju Parmesan dan Boyobert menjadi produk keju spesial dan
merupakan salah satu kelebihan dari pabrik keju Indrakila.
C. Distribusi
Distribusi adalah masalah lain yang akan dihadapi
perusahaan pada saat produk selesai diproses. Distribusi ini menyangkut cara
penyampaianprodk ketangan konsumen. Bila perusahaan merencanakan suatu pasar
tertentu,yang pertama kali dipikirkan adalah siapa yang akan ditunjuk sebagai
penyalur di sana, berapa banyak yang tersedia untuk menjadi penyalur di daerah
itu. Makin aktif penyalur dalam pengumpulkan pendapat dan komentar para
konsumen suatu produk , makin besar manfaat yang akan dipetik oleh
produsen produk yang bersangkutan.
Factor yang harus diperhatikan sebelum menentukan distribusi yang akan
digunakan, di antaranya adalah jenis produk, kemapuan perusahaan dan
sebagainya.
Keju
Indrakila telah dipasarkan di beberapa kota besar di Jawa, Kalimantan, Bali,
dan Lombok. Pembeli keju diantaranya pemilik restoran atau hotel yang
membutuhkan keju sebagai bahan masakan, terutama kalangan ekspatriat di Bali
dan Jogja. “Salah satu kelebihan dari keju produk perusahaan Indrakila adalah
harganya yang lebih murah dan rasa kejunya yang berbeda karena dibuat dengan
susu lokal.
D. Promosi
Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas
tentang kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh perusahaan (penjual)
untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan.
Promosi terdiri dari 5 unsur antara lain :
1.
Pengiklanan
2.
Hubungan
masyarakat
3.
Pemasran
langsung
4.
Promosi
penjualan
Untuk
target pasar, keju produk perusahaan
Indrakila hanya dipasarkan secara lokal di Indonesia. Walau begitu, untuk
urusan omzet perbulannya perusahaan
Indrakila dapat menghasilkan rata-rata Rp 80 juta. Berharap keju produk perusahaan Indrakila ini dapat
membantu mensejahterakan peternak sapi melalui hasil olahan susu sapi lokal dan
menjadi khas Boyolali, “Seperti kalau ke Jogja enggak makan gudeg
berarti belum ke Jogja. Begitupun Boyolali, pengennya kalau ke Boyolali enggak
nyoba keju Indrakila berarti belum ke Boyolali.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Penduduk
kabupaten Boyolali banyak yang memelihara sapi perah untuk menambah pendapatan
keluarga disamping pendapatan utamanya sebagai petani. Tingkat produksi
rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah sekitar 3,050 liter atau
sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya produksi susu permasa
laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya
tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input produksi yang tinggi
untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal.
Banyaknya
jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan
peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Kabupaten Boyolali memiliki
potensi dalam besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali
turut kerjasama dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi dan mampu mengolah hingga 1
ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju. Pabrik keju Indrakila
memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik.
Keju
Indrakila telah dipasarkan di beberapa kota besar di Jawa, Kalimantan, Bali,
dan Lombok. Pembeli keju diantaranya pemilik restoran atau hotel yang
membutuhkan keju sebagai bahan masakan, terutama kalangan ekspatriat di Bali
dan Jogja. “Salah satu kelebihan dari keju produk pabrik Indrakila adalah
harganya yang lebih murah dan rasa kejunya yang berbeda karena dibuat dengan
susu lokal.
3.2. Saran
a. Mahasiswa
berperan aktif dalam pendampingan dan pemberian pelatihan dalam pengolahan susu
dan keju khas Boyolali.
b. Pemerintah
daerah lebih memperhatikan usaha kecil menengah serta lebih meningkatkan
publikasi mengenai pengolahan susu dan keju khas Boyolali.
Daftar
Pustaka
Anoraga, Panji S.E.,M.M.2004. ”Manajemen Bisnis”. PT
RINEKA, Jakarta
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=93828&val=299
No comments:
Post a Comment