Sunday, October 15, 2017

LAPORAN PENGOLAHAN SUSU BOYOLALI


LogoUndipWarna (2)  
PENGOLAHAN SUSU BOYOLALI

LAPORAN
Disusun Guna Memenuhi Penilaian Tugas Kuliah
Mata Kuliah Penulisan Laporan
Diploma III Administrasi Perkantoran


Disusun Oleh :

Betty Nugrahanti Mawengku
140204130600045




PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
 UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
ABSTRAK

Peningkatan populasi sapi perah dapat dilakukan pada sebuah daerah didukung potensi dari daerah tersebut. Potensi-potensi daerah untuk pengembangan sapi perah dapat ditingkatkan dengan penyediaan ketersediaan pakan, pengetahuan peternak, permintaan susu, pendapatan peternak, infrastruktur pasar, peranan lembaga pemberi kredit dan kebijakan pemerintah lokal. Tujuan penelitian ini untuk menentukan kondisi subsistem agibisnis sapi perah di Kecamatan Musuk, dan faktor faktor yang mempengaruhi pendapatan sapi perah di Kecamatan Musuk. Dua puluh desa di Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali dipilih sebagai lokasi penelitian. Setiap desa dipilih dengan simple random sampling sebanyak 6 orang. Total responden yang diambil sebanyak 120 orang. Metode observasi dan wawancara secara lansung untuk mengambil data secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pendapatan peternak sebesar Rp228.991,27/UT/bulan. Nilai R/C ratio sebesar 1,28. Analisis regresi menunjukkan umur peternak, total produksi susu, dan biaya pakan berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak. Location Quotient(LQ) populasi sebesar 1,67 dan nilai LQ sebesar 1,075. Analisis SWOT menunjukkan total skor internal dan skor eksternal sebesar3,15 dan 318. Hasil menunjukkan bahwa sapi perah potensial dikembangkan di Kecamatan Musuk.

(Kata kunci: Sapi perah, Paradigma keberlanjutan, Pendapatan SWOT, LQ)












PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin modern dan pengetahuan maupun teknologi yang berkembang pesat telah mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat secara umum. Masyarakat dari golongan atas maupun bawah, sadar akan pentingnya kesehatan. Wujud kesadaran masyarakat yakni dengan mengkonsumsi makanan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi, salah satunya susu.

Masyarakat mengkonsumsi susu baik berupa susu segar maupun olahannya, seperti yoghurt, keju, susu bubuk, susu skim, susu kental manis, dan lain sebagainya. Susu sangat bermanfaat bagi pemenuhan gizi karena mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh yakni protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang berperan penting bagi pertumbuhan, penggantian sel rusak, dan meningkatkan sistem imun tubuh. Oleh karena itu minum susu sangat dianjurkan terutama pada masa anak – anak untuk meningkatkan pertumbuhan dan kecerdasan.

Susu di Indonesia diperoleh dari hasil pemerahan kambing pada sapi perah. Kebanyakan sapi perah yang dikembangkan di Indonesia adalah bangsa sapi Fries Holland maupun peranakannya. Populasi sapi perah terbesar di Indonesia adalah di Boyolali Jawa Tengah. Peningkatan populasi sapi perah dapat dilakukan pada sebuah daerah didukung potensi dari daerah tersebut. Potensi-potensi daerah untuk pengembangan sapi perah dapat ditingkatkan dengan penyediaan ketersediaan pakan, pengetahuan peternak, permintaan susu, pendapatan peternak, infrastruktur pasar, peranan lembaga pemberi kredit dan kebijakan pemerintah lokal.

1.2  Perumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana keadaan populasi sapi perah yang ada di Boyolali, Jawa Tengah?
1.2.2        Bagaimana prospek industri susu?
1.2.3        Bagaimana proses pengolahan susu dan keju?
1.2.4        Bagaimana peluang usaha pengolahan susu dan keju?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Mengetahui populasi sapi perah yang ada di wilayah Boyolali, Jawa Tengah.
1.3.2        Mengetahui peran koperasi yang berkaitan dengan pemasaran susu dan keju ada di Boyolali, Jawa Tengah.

1.4  Manfaat Penelitian
Supaya tahu bahwa susu sangat bermanfaat bagi pemenuhan gizi dan tahu bahwa susu mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh yakni protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang berperan penting bagi pertumbuhan, penggantian sel rusak, dan meningkatkan sistem imun tubuh






















TINJAUAN PUSTAKA

Boyolali merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Boyolali terkenal dengan sebutan kota susu karena didaerah tersebut merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Tengah.  

Prospek industri pengolahan susu di analisis dengan menggunakan metoda SWOT, yang bertujuan menganalisis situasi perusahaan yang meliputi lingkungan internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threaten). Oleh karena itu perlu segera dilakukan pembenahan, agar industri pengolahan susu dalam negeri tetap punya daya saing, salah satunya dengan cara dikeluarkannya kebijakan Pemerintah lewat Departemen Keuangan tanggal 24 Januari 2001, yang mengenakan PPn BM sebesar 10 terhadap impor produk kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi seperti keju, yoghurt dan mentega.

Susu yang diperdagangkan harus memenuhi syarat HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat). Syarat HAUS Susu segar ini diterjemahkan sesuai persyaratan kualitas susu dalam SNI tahun 1998, yang antara lain mensyaratkan kandungan mikroba dalam susu (TPC) sebesar 1 juta/ml. Hasil Survey Dinas Peternakan Prop. Jabar (2001) menunjukan bahwa kandungan mikroba susu di tingkat peternak 65 % diatas 3 juta/ml dan hanya 35 % di tingkat KUD yang kandungannya dibawah 3 juta/ml .

Tingkat produksi rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah sekitar 3,050 liter atau sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya produksi susu permasa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input produksi yang tinggi untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal.

Banyaknya jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Kabupaten Boyolali memiliki potensi dalam besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali turut kerjasama dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi dan mampu mengolah hingga 1 ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju. Pabrik keju Indrakila memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik.

Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak dan kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan. Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan. Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang tinggi. Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Keju memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tergantung jenis air susu yang digunakan, jenis mikrobia yang dipakai dalam fermentasi, lama proses fermentasi maupun penyimpanan ("pematangan"), faktor makanan yang dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu

















METODE

Penelitian dilakukan dengan metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Umar, 2000). Kecamatan Musuk dipilih secara sengaja, karena merupakan salah satu potensi pengembangan sapi perah. Hal ini terlihat dengan jumlah populasi sapi perah terbanyak dibandingkan
dengan Kecamatan lain yang ada di Kabupaten Boyolali. Usaha sapi perah di wilayah ini menghasilkan produksi susu mencapai ± 12.320.000 liter/bulan, dengan jumlah populasi ternak sapi perah sebanyak 19.672 ekor. Penentuan jumlah responden untuk mewakili populasi dilakukan dengan perhitungan rumus Slovin, sebagai berikut:
n   =      N
        1 + N.e2
Berdasarkan perhitungan rumus Slovin, maka responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 120 responden. Setiap desa diambil 6 sampel peternak secara proporsional. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang memelihara dan memiliki 2 ekor sapi laktasi yang ada di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.  Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi dan wawancara langsung
dengan responden yaitu peternak sapi perah. Data-data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan peternak sapi perah dengan berpedoman pada kuesioner. Data produksi susu di setiap desa dan produksi susu di tiap kecamatan diperoleh dari catatan Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali dan Kantor Kecamatan Musuk. Untuk analisis pendapatan usaha sapi perah rakyat (Soekartawi, 2002), persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
NP = TR – TC
NP = net income (jumlah keuntungan per tahun)
TR = total revenue (jumlah penerimaan per tahun)
TC = total cost (jumlah biaya per tahun).

Analisis efisiensi usaha menggunakan rumus:
R/C Ratio = Total penerimaan
                       Total biaya
Kriteria pengujian efisiensi usaha sapi perahrakyat, yaitu: R/C Ratio usaha sapi perah rakyat > 1,
maka usaha efisien; R/C Ratio usaha sapi perahrakyat = 1, maka usaha belum efisien; R/C Ratio
usaha sapi perah rakyat < 1, maka usaha tidak efisien.

Analisis SWOT pengembangan usaha ternak sapi perah meliputi analisis lingkungan internal
yaitu berupa variabel kekuatan dan kelemahan serta analisis lingkungan eksternal yang berupa variable peluang dan ancaman. Setelah semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan pengembangan usaha ternak sapi perah dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model kualitatif perumusan strategi.

Tabel 1. Cara menentukan Matriks SWOT (guide to determine SWOT Matrix)
                        IFAS                                

EFAS
Strengths (S)
Tentukan 5-10 faktor - faktor kekuatan internal
Weaknesses (W)
Tentukan 5-10 faktor - faktor kelemahan internal
Opportunities (O)
Tentukan 5-10 faktor– factor peluang eksternal
Strategi SO (SO strategy)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO (WO strategy)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Threats (T)
Tentukan 5-10 faktor– factor ancaman eksternal
Strategi ST (ST strategy)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT (WT strategy)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 127

Model yang akan dipakai yakni matrik SWOT dan matrik internal eksternal. Matrik SWOT dipilih karena dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam pengembangan usaha ternak sapi perah disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Parameter yang digunakan pada matrik internal dan eksternal, meliputi kekuatan internal dalam pengembangan usaha ternak sapi perah dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Populasi ternak sapi perah dianalisis dengan menggunakan model LQ.

Hendarto (2000) menyatakan analisis LQ menyajikan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor di daerah tertentu dengan kemampuan sektor atau sub sektor yang sama di daerah yang lebih luas.

 LQ              =       Jumlah ternak sapi perah kecamatan/jumlah sapi perah kabupaten
 Produksi             Jumlah seluruh ternak kecamatan/jumlah seluruh ternak kabupaten

LQ HMT =               Jumlah HMT kecamatan/jumlah HMT kabupaten
                       Jumlah seluruh lahan kecamatan/jumlah seluruh lahan kabupaten






















PEMBAHASAN

2.1. Populasi Sapi Perah di Boyolali, Jawa Tengah

Boyolali merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Boyolali terkenal dengan sebutan kota susu karena didaerah tersebut merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Tengah. Secara geografis Boyolali dibagi menjadi dua wilayah, yakni dataran tinggi dan dataran rendah. Kecamatan yang termasuk dataran tinggi yakni kecamatan Cepogo, Musuk, Ampel, dan Selo. Daerah ini merupakan tempat yang cocok untuk pengembangan sapi perah, karena tempatnya yang sejuk dan didukung oleh ketersediaan pakan hijau yang melimpah dan sumber air yang bersih.

Penduduk kabupaten Boyolali banyak yang memelihara sapi perah untuk menambah pendapatan keluarga disamping pendapatan utamanya sebagai petani. Pada umumnya sapi perah yang ada di Indonesia adalah bangsa sapi Fries Holland (FH) dan peranakannya. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984), bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Dengan tingkat produksi rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah sekitar 3,050 liter atau sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya produksi susu permasa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input produksi yang tinggi untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setyono (1984), peternakan sapi perah yang ada di kabupaten Boyolali terdapat tiga pola usaha yang ditinjau dari output yang dihasilkan. Pola usaha tersebut antara lain :
1.      Memelihara sapi perah dengan output utama susu
2.      Memelihara sapi perah dengan output utama berupa anak sapi
3.      Memeliharaan sapi perah dengan output utama susu dan anak sapi.

Sistem pemberian pakan pada umumnya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pagi dan sore hari. Hijauan segar diberikan sebanyak 25-30 kg setiap hari. Pemberian pakan dilakukan setelah pemerahan. Pemberian konsentrat jadi sebanyak 4-5 kg dan diberikan 2 kali sehari. Air minum tidak diberikan secara ad libitum sebab peternak hanya memberikan air minum pada saat memberikan komboran.

Sistem pemerahan yang dilakukan umumnya masih bersifat tradisional, yaitu pemerahan susu dilakukan secara manual menggunakan tangan. Pemerahan umumnya dilakukan dua kali sehari setelah diberikan pakan konsentrat dan sebelum pemberian pakan hijauan. Pemerahan pagi dilakukan pukul 05.00 sampai 06.00 WIB, sedangkan pemerahan sore dilakukan mulai pulul 15.00 sampai 16.00 WIB.

Kabupaten Boyolali merupakan wilayah pengembangan peternakan sapi perah dan sekaligus penghasil susu terbesar di Jawa Tengah.  Jamal (2009), dalam penelitiannya, perkembangan Populasi Ternak Sapi Perah di Kabupaten Boyolali Tahun 1998 – 2007 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

No
Tahun
Jumlah Populasi (ekor)
Produksi Susu (liter)
1.
1998
54.315
29.701.590
2.
1999
56.137
30.306.596
3.
2000
57.278
29.329.261
4.
2001
59.525
29.568.847
5.
2002
63.848
30.777.829
6.
2003
56.193
31.177.928
7.
2004
57.948
30.564.850
8.
2005
58.792
27.295.835
9.
2006
59.687
29.461.368
10.
2007
59.687
28.825.200





2.2. Prospek Industri Susu

     2.2.1 Analisis Strategi

Prospek industri pengolahan susu di analisis dengan menggunakan metoda SWOT, yang bertujuan menganalisis situasi perusahaan yang meliputi lingkungan internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threaten).

Langkah selanjutnya untuk merumuskan strategi adalah mengkombinasikan analisis faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan kombinasi strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Analisis SWOT tersebut ungkapkan dalam strategi bisnis berikut.

Faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan (strength) industri pengolahan susu dipaparkan sebagai berikut:
·         Kendali mengatur harga susu segar (bahan baku industri pengolahan susu) yang dijual peternak lewat GKSI, karena jumlah perusahaan pengolahan susu yang ada membentuk pasar oligopsoni.
·         Struktur industri yang memiliki kekuatan untuk menghambat masuknya pemain baru dalam industri, dikarenakan adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan pemerintah tentang DNI yang menghambat adanya investasi baru, serta skala produksi yang besar dan mapan.
·         Tingkat keuntungan usaha cukup besar karena industri pengolahan susu termasuk industri padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi sehingga efisiensi produksi dapat dicapai.
·         Jaringan distribusi pemasaran sudah terkoordinasi, karena perusahaan mempunyai cabang usaha distribusi pemasaran sendiri-sendiri.
·         Pada skala besar, industri pengolahan susu mempunyai daya tahan yang cukup baik terhadap perubahan biaya dan penerimaan (nilai sensitivitas sampai 10%), dengan payback period kurang dari 4 tahun.

Faktor-faktor strategis internal yang menjadi kelemahan (weakness) industri pengolahan susu dipaparkan sebagai berikut.
a.       Komponen impor bahan baku yang tinggi (70 – 75%) membuat pengadaan bahan baku industri pengolahan susu sangat tergantung dengan fluktuasi nilai tukar mata uang regional. Kondisi nilai tukar mata uang regional yang menurun mengakibatkan industri pengolahan susu lebih mengandalkan pasokan bahan baku dalam negeri yang masih rendah. Akibatnya, industri pengolahan susu berproduksi di bawah kapasitas optimal.
b.      Biaya produksi yang tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar untuk mengembangkan perusahaan maupun mengganti peralatan produksi yang sudah tua. Modal investasi cukup besar karena industri pengolahan susu ini termasuk industri padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi.
c.       Pada skala kecil, industri pengolahan susu sangat sensitiv terhadap perubahan biaya dan penerimaan sehingga sangat beresiko.

Faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang (opportunity) industri pengolahan susu dipaparkan sebagai berikut.
o   Pembebasan impor bahan baku susu dengan dicabutnya kebijakan pemerintah tentang Bukti Serap dan Rasio susu membuka peluang untuk meningkatkan produksi susu olahan dalam negeri, karena tidak ada lagi hambatan impor bahan baku.
o   Besarnya potensi pasar dan populasi Indonesia. Meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dan hidup sehat, serta masih rendahnya konsumsi produk susu olahan per kapita masyarakat Indonesia, yaitu sebesar 4,7 kg/kapita/tahun. Laju konsumsi per tahun (6,1%) yang lebih besar dari laju produksi (3,1%) merupakan peluang pengembangan industri pengolahan susu nasional.
o   Diversifikasi produk olahan susu.
o   Perbaikan kondisi ekonomi makro. Adanya perbaikan perekonomian nasional yang diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2000 yang semakin kuat memberikan harapan untuk berinvestasi dan berusaha kembali.
o   Trend permintaan produk susu diproyeksikan cenderung meningkat yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya nilai konsumsi masyarakat akan produk susu.

Faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi ancaman (threaten) industri pengolahan susu dipaparkan sebagai berikut.
1.      Perubahan geopolitik di dalam negeri tidak menentu. Situasi politik dan keamanan dalam negeri yang rawan akan berdampak buruk bagi perkembangan bisnis industri pengolahan susu dalam negeri.
2.      Globalisasi pelaku industri.
3.      Skema insentif dan subsidi langsung/tidak langsung di negara asal pengekspor bahan baku susu impor.
4.      Hambatan standar kualitas dan mutu yang diterapkan pasar internasional terhadap produksi susu.

Oleh karena itu perlu segera dilakukan pembenahan, agar industri pengolahan susu dalam negeri tetap punya daya saing, salah satunya dengan cara dikeluarkannya kebijakan Pemerintah lewat Departemen Keuangan tanggal 24 Januari 2001, yang mengenakan PPn BM sebesar 10 terhadap impor produk kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi seperti keju, yoghurt dan mentega.

     2.2.2.  Analisis Daya Saing Industri Pengolahan Susu

Daya saing industri pengolahan susu diestimasi dengan beberapa variabel, yaitu ekspor, impor, produksi, pasokan dalam negeri, harga produk susu domestik, dan kelayakan usaha. Tabel di bawah menunjukkan hasil analisis tersebut. Skoring ditetapkan berdasarkan hasil analisis trend, proyeksi dan pergerakan masing-masing parameter.

Penentuan Daya Saing Industri Pengolahan Susu
No.
Parameter
Trend
Proyeksi
Pergerakan
Nilai
1.
Ekspor Indonesia
+
+
+
3
2.
Impor Indonesia
+
+
+
3
3.
Produksi Indonesia
+
+
+
3
4.
Pasokan dalam negeri
+
+
+
3
5.
Harga
Produk susu domestik:
Susu cair
+
+
+
3
Susu kental manis
+
+
+
3
Susu bubuk
+
+
+
3
6.
Pasokan Indonesia
+
+
+
3
7.
Kelayakan usaha dilihat dari sensitivitas apabila terjadi kenaikan biaya 10% dan penurunan penerimaan sebesar 10 persen
Susu cair
-
-
-
0
Susu kental manis
+
+
+
3
Susu bubuk
+
+
+
3
Total Nilai
30

Keterangan : Daya saing tinggi : Total Nilai > 75%
: Daya saing sedang : Total Nilai 50 – 75%
: Daya saing rendah : Total Nilai < 50%
Sumber : Hasil Pengolahan, 2001

Meskipun daya saing industri pengolahan susu dalam negeri tinggi berdasarkan hasil skoring, namun tetap harus memperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi daya saing industri pengolahan susu, diantaranya posisi Indonesia sebagai negara pengimpor produk bahan baku susu, dengan komponen impor rata-rata 65% per tahun. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi target ekspor negara-negara produsen susu dunia, dengan produk olahan susu yang murah dan kualitas yang baik.

     2.2.3. Penanganan Susu

Secara turun temurun masyarakat kita sudah mengenal cara beternak, namun alangkah lebih baik lagi apabila ketrampilan yang sudah ada dilengkapi dengan pengetahuan yang menyeluruh mengenai metode beternak yang benar sampai dengan pengolahan hasil akhirnya secara tepat.

Sapi perah merupakan ternak yang sangat tepat untuk dikembangkan mengingat ternak tersebut dapat menghasilkan sekaligus dua produk utama yaitu susu sapi dan daging, serta paling efisien dalam mengonversi pakan menjadi produk pangan. Oleh karena itu pada bahasan materi kali ini kami mencoba mengulas materi penanganan dan pengolahan Susu sapi secara lebih mendalam. Susu murni adalah cairan yang berasal dari kambing (sapi) sehat yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain (SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983)

Susu yang diperdagangkan harus memenuhi syarat HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat). Syarat HAUS Susu segar ini diterjemahkan sesuai persyaratan kualitas susu dalam SNI tahun 1998, yang antara lain mensyaratkan kandungan mikroba dalam susu (TPC) sebesar 1 juta/ml. Hasil Survey Dinas Peternakan Prop. Jabar (2001) menunjukan bahwa kandungan mikroba susu di tingkat peternak 65 % diatas 3 juta/ml dan hanya 35 % di tingkat KUD yang kandungannya dibawah 3 juta/ml .

Mengingat Susu merupakan bahan makanan berkadar asam rendah (pH sekitar 6,6), maka didalam proses penanganan pasca panen dan pasteurisasi susu peranan bakteri sebagai penyebab kerusakan susu harus mendapat perhatian utama.

Bakteri dalam Susu pada dasarnya dikenal 3 macam type bakteri, yaitu ;
1.      Bakteri Pathogen adalah jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau dapat meghasilkan racun (toksin) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Contoh dari bakteri pathogen a.l : Bakteri TBC; Coli, dll.
2.      Bakteri Pembentuk Spora, sangat perlu diperhatikan bila akan memproduksi bahan makanan steril dan berasal dari bahan makanan berkeasaman rendah. Satu bakteri dalam lingkungan yang kritis akan melindungi diri dengan jalan membentuk spora. Dan bila kemudian keadaan lingkungan memungkinkan pertumbuhan lagi maka satu spora tersebut akan berkecambah dan membentuk satu bakteri lagi.
3.      Bakteri Vegetative merupakan semua bentuk bakteri yang dalam keadaan hidup, tumbuh dan berkembang.

Adapun faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri adalah :
1.      Temperatur/Suhu
2.      Komposisi bahan makanan
3.      Kelembaban
4.      Oksigen.
                       
2.3. Peluang Usaha Pengolahan Susu dan Keju

Peluang perkembangan usaha pengolahan susu masih terbuka luas untuk tumbuh dan berkembang sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan kesadaran gizi masyarakat, dan sebagainya. Pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan jumlah konsumsi susu nasional, sedangkan peningkatan kesadaran gizi masyarakat dan pendapatan per kapita akan meningkatkan konsumsi susu oleh masyarakat.

Pesatnya perkembangan usaha susu segar dalam negeri selama periode pra krisis ekonomi tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang kondusif. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan usaha pengolahan susu menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku usahanya, selain menguntungkan peternak yaitu menjamin pemasaran susu segar mereka, juga disinyalir telah menciptakan inefisiensi usaha peternakan sapi perah sebagai usaha hulu usaha pengolahan susu. Namun demikian, intervensi tersebut dapat ditolerir, karena selama ini usaha peternakan sapi perah lebih banyak ditujukan pada pencapaian tujuan sosial, yaitu penciptaan lapangan kerja.

Tantangan dan peluang yang dihadapi usaha pengolahan susu nasional ke depan perlu mendapat perhatian serius dari para peternak sebagai usaha hulu usaha pengolahan susu, perbankan sebagai penyedia kredit investasi, pemerintah sebagai penentu kebijakan serta integrasi model sistem agribisnis usaha pengolahan susu yang berada di hilir (usaha makanan dan lainnya). Perpaduan unsur-unsur ini diharapkan mampu membawa usaha pengolahan susu nasional lebih kompetitif dan memberikan sumbangan lebih besar terhadap pembangunan nasional.

Keju adalah salah  satu produk olahan susu yang banyak digemari oleh  banyak kalangan. Keju sangat populer hampir di seluruh dunia. Keju dihasilkan dari proses pemisahan zat padatan dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet.  Hasil dari proses tersebut kemudian dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Produk-produk keju bervariasi ditentukan oleh jenis susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan. Susu yang digunakan untuk proses pembuatan keju umumnya adalah susu sapi. Namun, bisa juga dengan menggunakan  susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau.

Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak dan kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan. Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan. Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang tinggi. Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Keju memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tergantung jenis air susu yang digunakan, jenis mikrobia yang dipakai dalam fermentasi, lama proses fermentasi maupun penyimpanan ("pematangan"), faktor makanan yang dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu.

Secara umum, proses pembuatan keje sama, meskipun menggunakan bahan yang berbeda-beda.  Tahapan dalam proses pembuatan keju antara lain adalah:

1. Pengasaman
Pemanasan susu untuk mensterilisasikan susu. Kemudian diturunkan suhunya dan tambahkan bakteri Streptococcus dan Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih. Bakteri asam laktat memberikan cita rasa yang khas dan lebih nikmat.

2. Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang. Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran dengan bantuan alat, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras. Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut.

3. Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda. Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.

4. Persiapan sebelum pematangan
Sebelum pematangan, dadih akan melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak. Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain. Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.

Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan. Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju iris karena berat dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan. Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.
Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang berbeda untuk mengasinkan keju. Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak matang terlalu cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga berhari-hari. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.

5. Pematangan
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa. Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan. Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.

Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat dilakukan untuk memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
a.       Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang berserabut. Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone.
b.      Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban. Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh keju yang mengalami proses ini adalah keju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
c.       Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.
d.      Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning). Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju Appenzeller dan Gruyère.

Keju dapat dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan proses pematangannya. Kelima kelompok tersebut adalah:
o   Bakteri yang dimatangkan dari dalam
Contoh keju dari kelompok ini adalah Cheddar, keju Gouda, dan Parmesan. Keju-keju dalam kategori ini menjadi lebih keras ketika matang. Kematangannya akan terjadi seragam di seluruh bagian luar keju.
o   Keju yang dicuci kulitnya:
Contoh keju dari kelompok ini adalah Limburger dan Liederkranz. Keju-keju ini secara periodik dicuci bagian permukaannya dengan air asin pada tahap pertama pematangan. Keju tipe ini memiliki kulit yang berwarna oranye atau kemerah-merahan. Biasanya, keju ini akan menjadi lebih lunak ketika matang dan memiliki aroma yang tajam.
o   Keju bercoreng biru.
Contoh keju dari kelompok ini adalah Roquefort dan Stilton. Keju-keju ini mengandung biakan kapang atau jamur yang menyebar ke seluruh bagian dalam keju.
o   Keju berlapis kapang
Contoh keju dari kelompok ini adalah Brie, Camembert, dan St. Andre. Keju-keju jenis ini memiliki lapisan kulit yang berbulu akibat kapang.Lapisan tersebut berwarna putih ketika keju masih muda tetapi dapat menjadi lebih gelap atau coreng-coreng ketika keju mengalami proses pematangan.
o   Keju yang tidak dimatangkan
Contoh keju dari kelompok ini adalah cottage cheese, keju krim, dan baker's cheese. Keju jenis ini tidak mengalami proses pematangan.



2.4. Peluang usaha pengolahan keju

Boyolali memang merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Tengah. Menurut data dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Boyolali, sebanyak 14 dari total 19 kecamatan yang ada di Boyolali menghasilkan susu setiap harinya, dengan rata-rata 120.000 liter per hari. Jumlah dalam setahun sebanyak 48.075.220 liter pada tahun 2013. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya, sehingga tidak heran kalau pemenuhan kebutuhan susu secara nasional, 53,43 persennya disuplai dari produksi susu di Jawa Tengah, terutama Boyolali.

Banyaknya jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Seperti yang dilakukan oleh Noviyanto, pria lulusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo ini telah merintis usaha keju khas Boyolali. Kabupaten Boyolali memiliki potensi dalam besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali turut kerjasama dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi. Noviyanto terlibat dalam Lembaga Donor Pemerintah Jerman tersebut yang bernama Deutscher Entwicklungsdient (DED) dan memberikan pelatihan soal pemanfaatan susu. Selepas tugas dari DED, Noviyanto mendirikan pabrik keju Indrakila pada tahun 2009. Pabrik keju yang terletak di Dukuh Karangjati, Karanggeneng, Boyolali tersebut mampu mengolah hingga 1 ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju.

2.4.1 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran adalah variable-variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi.

A.    Produk
Dimuka telah diuraikan bahwa produk yang dibuat adalah produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Karena itu, bagian pemasaran seolah-olah bertugas sebagai “mata” perusahaan yang harus selalu jeli dalam mengamati kebutuhan konsumen. Koordinasi antara bagian pemasaran dengan bagian-bagian lain di dalam perusahaan, dalam hal ini sangatlah diperlukan. Tanpa koordinasi yang memadai antara bagian-bagian yang ada, akan terjadi kesimpang-siuran sehingga setiap bagian mengartikan keinginannya konsumen berbeda satu sama lain. Tanpa koordinasi yang baik, apa yang diinginkan oleh konsumen, sama sekali berbeda dengan yang dipahami oleh masing-masing bagian. Akibatnya produk yang dibuat tidak laku di pasaran. Jadi, apabila perusahaan ingin mendapatkan keberhasilan dalam memasarkan produk, konsentrasi harus diarahkan pada konsumen.

Perusahaan keju Indrakila memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik. Mulai dari keju Mozarella yang umum digunakan sebagai bahan masakan. Selain itu, jenis keju Fresh Mozarella juga dihasilkan dari pabrik berskala UKM tersebut. Perbedaan antara kedua jenis keju tersebut adalah, jenis Fresh Mozarella dikemas bersama air olahan keju, sehingga menghasilkan teksturnya lebih lembut. Namun jenis keju ini hanya dapat bertahan selama 7 hari apabila disimpan di dalam kulkas, sedangkan jenis Mozarella dapat bertahan 4-6 bulan.

Tak hanya itu, pabrik keju Indrakila juga memproduksi keju jenis Mountain, atau biasa disebut keju tua. Berbeda dengan Mozarella yang hanya perlu dilakukan pengeraman atau pengeringan selama 10 hari, namun untuk menghasilkan jenis keju Mountain dibutuhkan waktu hingga 3 bulan lamanya. Hasilnya adalah keju dengan tekstur yang lebih padat dan rasanya yang lebih tajam. Selain itu ada juga jenis keju hasil kombinasi keju Mountain dengan cabai, bernama Mountain Chilli. Keju Mountain Chilli memiliki tekstur yang sama dengan keju Mountain, dengan keunikan adanya rasa pedas yang berasal dari cabai. Menurut Romy, bagian manajemen perusahaan keju Indrakila, keju Mountain Chilli rutin dipesan oleh ekspatriat di Bali dengan jumlah hingga 25 kg setiap pemesanan.

Perusahaan keju Indrakila juga membuat variasi dari keju Feta, yaitu Feta Blackpepper dan Feta Olive Oil. Keduanya sama-sama memiliki rasa yang unik dan cocok untuk disajikan bersama salad.

B.     Harga
Harga merupakan yang dapat dikendalikan dan yang menentukan diterima tidaknya suatu produk oleh konsumen. Perusahaan perlu selalu memonitor harga yang ditetapkan oleh para pesaing agar harga yang ditentukan oleh perusahaan tersebut tidak terlalu tinggi atau sebaliknya.

Untuk penggemar keju tua, pabrik keju Indrakila juga memproduksi keju Parmesan, yaitu keju yang membutuhkan waktu hingga satu tahun untuk proses pematangan. Tekstur dari keju parmesan ini adalah lebih keras dari pada keju Mountain, namun sangat cocok untuk dikonsumsi dengan roti atau dijadikan bahan dalam membuat kue. Keju Parmesan dari perusahaan keju Indrakila ini merupakan salah satu produk yang spesial, dijual dengan harga yang sedikit lebih mahal dibanding jenis keju yang lainnya, yaitu Rp 270.000,-  per kilogram.

Selain keju Parmesan, juga ada keju Boyobert atau singkatan dari Boyolali-Bert. Boyobert merupakan keju yang dibuat seperti keju asal Italia, yaitu camembert. Keju Boyobert memiliki tekstur yang sangat lembut dan dibuat dengan penambahan jamur penicilium candidum. Jenis keju ini diklaim merupakan satu-satunya yang diproduksi secara lokal di Indonesia. Karena itulah jenis keju Parmesan dan Boyobert menjadi produk keju spesial dan merupakan salah satu kelebihan dari pabrik keju Indrakila.

C.    Distribusi
Distribusi adalah masalah lain yang akan dihadapi perusahaan pada saat produk selesai diproses. Distribusi ini menyangkut cara penyampaianprodk ketangan konsumen. Bila perusahaan merencanakan suatu pasar tertentu,yang pertama kali dipikirkan adalah siapa yang akan ditunjuk sebagai penyalur di sana, berapa banyak yang tersedia untuk menjadi penyalur di daerah itu. Makin aktif penyalur dalam pengumpulkan pendapat dan komentar para konsumen suatu produk , makin besar manfaat yang akan dipetik oleh produsen  produk yang bersangkutan. Factor yang harus diperhatikan sebelum menentukan distribusi yang akan digunakan, di antaranya adalah jenis produk, kemapuan perusahaan dan sebagainya.

Keju Indrakila telah dipasarkan di beberapa kota besar di Jawa, Kalimantan, Bali, dan Lombok. Pembeli keju diantaranya pemilik restoran atau hotel yang membutuhkan keju sebagai bahan masakan, terutama kalangan ekspatriat di Bali dan Jogja. “Salah satu kelebihan dari keju produk perusahaan Indrakila adalah harganya yang lebih murah dan rasa kejunya yang berbeda karena dibuat dengan susu lokal.

D.    Promosi
Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas tentang kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh perusahaan (penjual) untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan.

Promosi terdiri dari 5 unsur antara lain :
1.      Pengiklanan
2.      Hubungan masyarakat
3.      Pemasran langsung
4.      Promosi penjualan

Untuk target pasar, keju produk perusahaan Indrakila hanya dipasarkan secara lokal di Indonesia. Walau begitu, untuk urusan omzet perbulannya perusahaan Indrakila dapat menghasilkan rata-rata Rp 80 juta. Berharap keju produk perusahaan Indrakila ini dapat membantu mensejahterakan peternak sapi melalui hasil olahan susu sapi lokal dan menjadi khas Boyolali, “Seperti kalau ke Jogja enggak makan gudeg berarti belum ke Jogja. Begitupun Boyolali, pengennya kalau ke Boyolali enggak nyoba keju Indrakila berarti belum ke Boyolali.










BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penduduk kabupaten Boyolali banyak yang memelihara sapi perah untuk menambah pendapatan keluarga disamping pendapatan utamanya sebagai petani. Tingkat produksi rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan ) adalah sekitar 3,050 liter atau sekitar 10 liter perekor perhari, di tempat asalnya produksi susu permasa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input produksi yang tinggi untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal.

Banyaknya jumlah susu yang dihasilkan di Boyolali, menjadikannya sebagai potensi dan peluang dalam pengembangan ekonomi dan bisnis. Kabupaten Boyolali memiliki potensi dalam besarnya jumlah susu yang dihasilkan, Bapeda Kabupaten Boyolali turut kerjasama dengan Jerman dalam pengembangan ekonomi dan mampu mengolah hingga 1 ton susu setiap harinya menjadi berbagai jenis produk keju. Pabrik keju Indrakila memproduksi 9 jenis keju dengan variasi yang unik.
Keju Indrakila telah dipasarkan di beberapa kota besar di Jawa, Kalimantan, Bali, dan Lombok. Pembeli keju diantaranya pemilik restoran atau hotel yang membutuhkan keju sebagai bahan masakan, terutama kalangan ekspatriat di Bali dan Jogja. “Salah satu kelebihan dari keju produk pabrik Indrakila adalah harganya yang lebih murah dan rasa kejunya yang berbeda karena dibuat dengan susu lokal.

3.2. Saran

a.       Mahasiswa berperan aktif dalam pendampingan dan pemberian pelatihan dalam pengolahan susu dan keju khas Boyolali.
b.      Pemerintah daerah lebih memperhatikan usaha kecil menengah serta lebih meningkatkan publikasi mengenai pengolahan susu dan keju khas Boyolali.

Daftar Pustaka

Anoraga, Panji S.E.,M.M.2004. ”Manajemen Bisnis”. PT RINEKA, Jakarta
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=93828&val=299

No comments:

Post a Comment