KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah Topik Hak-hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak
ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan sertas pengetahuan kita mengenai
pengertian pajak, dan permasalahan hak dan kewajiban pajak pada kehidupan
sehari-hari. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun bagi orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Semarang, 15 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...1
Daftar
Isi………………………………………………………………………………2
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………....3
1.2 Rumusan
Masalah……………………………………………………………...3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak ………………………………………………………………4
2.2. Hak
Umum Wajib Pajak……………………………………………………...4
2.3 Kewajiban Umum wajib Pajak………………………...………………………5
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...21
3.2 Saran………………………………………………………………………….21
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam bidang hukum, pembicaraan mengenai
hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat penting. Perikatan pajak yang
mengikat antara fiskus dan wajib pajak melahirkan hak dan kewajiban diantara
keduanya. Kewajiban dan hak tersebut perlu diwujudkan. Hal itu karena sering
kali hak dan kewajiban saling berkaitan. Apa yang menjadi hak fiskus, misalnya,
bisa jadi berhadapan dengan kewajiban wajib pajak. Atau sebaliknya, apa yang
menjadi kewajiban dari fiskus juga berhadapan dengan hak wajib pajak. Agar hak
dan kewajiban itu dapat dipenuhi secara baik dan seimbang maka kedua hal
tersebut perlu diketahui.
1.2
Rumusan Masalah
§ Apa
pengertian pajak ?
§ Macam-macam
Hak Umum Wajib Pajak ?
§ Macam-macam
Kewajiban Umum Wajib Pajak ?
1.3
Tujuan
· Mengetahui
apa itu Pajak, Hak dan kewajiban Umum Wajib Pajak.
· Mengetahui
pengertian dari Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak
· Mengetahui bagaimanakah Hak dan Kewajiban
Umum Wajib Pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pajak
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib
membayrnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat
prestasi (balas jasa) kembali yang langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH,
Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum
dan yang dapat dipaksakan.
Dari definisi-definisi di atas, ternyata terdapat istilah “yang dapat
dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib
pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak
itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan.
Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi hasil atau imbalan
yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini tidak dapat kita peroleh secara
langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh pemerintah ini merupakan sarana
dan prasarana untuk kepentingan umum yang manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan sebagainya. Dengan memenuhi
kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak sebagai warga negara yang baik
telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah tangga negara dan pembangunan
negara.
2.2 Hak Umum Wajib Pajak
a. Hak Membetulkan Surat Pemberitahuan
b. Hak Mengangsur dan Menunda Pembayaran Pajak
c. Hak Pengembalian Pajak (Restitusi)
d. Hak Mengajukan Gugatan
e. Hak Mengajukan Keberatan
f. Hak Mengajukan Banding
g. Hak Perlindungan Terhadap Rahasia Wajib Pajak
h. Hak Mendapatkan Pengurangan dan Pembatalan pajak
i. Hak Mendapatkan Pengurangan dan Pembatalan Sanksi Administrasi
2.3 Kewajiban Umum Wajib Pajak
A. Kewajiban
Mendaftarkan Diri
Menurut ketentuan Pasal 2 UU No. 28 Th 2007, setiap Wajib Pajak yang
telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
Hal ini sangat penting karena selain memudahkan pemenuhan administrasi
perpajakan, sekaligus dapat digunakan untuk identifikasi Wajib Pajak yang
bersangkutan, karena bagi Wajib Pajak yang sudah mendaftarkan diri akan
mendapatkan NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ). Salah satu NPWP adalah sebagai
indentitas wajib pajak, disamping menjaga ketertiban dalam pambayaran pajak dan
dalam pengawasan administrasi perpajakan.
B. Kewajiban Mengisi dan
Menyampaikan SPT
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau
bukan objek pajak dan atau harta dan keawajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan (SPT) di bedakan
menjadi 2 hal, yakni Surat Pemberitauhan Masa dan Surat Pembetri Tahuan Taunan
SPT masa adalah surat pemberitauhan untuk suatu masa pajak tertentu.
Sementara untuk SPT tahunan adalah surat pemberitahuan untuk tahun pajak
atau bagian tahun pajak. Batas waktu pemberitahuan adalah:
1. Untuk surat pemberitahuan masa,
paling lambat 20 hari setelah akhir masa
pajak.
2. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang
pribadi, paling lambat 3 bulan setelah
akhir tahun pajak.
3. Untuk surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan,
paling lambat 4 bulan setelah akhir
tahun pajak.
Kadang kala karena alasan tertentu wajib pajak mempunyai alasan tertentu
wajib pajak mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban mengembalikan SPT
sesuai waktu yang di tentukan. Oleh karena itu wajip pajak dapat memperpanjang
jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak penghasil untuk
paling lama dua bulan, dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
atau dengan cara lain kepada Direktur Jendral Pajak. Pemberitahuan tersebut
diajukan secara tertulis disertai perhitungan sementara pajak yang tertuang
dalam 1 tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak merupakan bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang tertuang. Surat pemberitahuan dianggap tidak
disampaikan apabila:
·
Surat
pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana mestinya.
·
Surat
pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan dokumen sebagaimana
mestinya.
·
Surat
pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah
berakhirnya massa pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis, atau
·
Surat
Pembeeritahuan disampaikan setelah Direktur Jendral Pajak melakukan pemeriksaan
atau penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Apabila Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan seperti itu maka
Direktur Jendral Pajak wajib memberitahukan kepada wajib pajak.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan
terhadap:
a. Wajib pajak orang pribadi yang sudah meninggal dunia.
b. Wajib pajak atau pribadi yang
sudah melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
c. Wajib pajak orang pribadi yang
berstatus sebagai warga Negara asing yang tidak
tinggal lagi di Indonesia.
d. Bentuk usaha tetap yang tidak
melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
e. Wajib pajak badan yang tidak
melakukan kegiatan usaha lagi, tetapi belum di
bubarkan sesuai
ketentuan yang berlaku.
f. Bendahara yang tidak melakukan
pembayaran lagi.
g. Wajib pajak yang terkena bencana,
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
h. Wajib pajak lain diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
C. Kewajiban Membayar Pajak
Pajak yang hasilnya dimasukan ke dalam kas Negara sangat diperlukan
untuk membiayai segala jenis aktivitas dan berjalannya roda pemerintahan. Akan
tetapi tentunya tidak setiap warga atau rakyat Indonesia diwajibkan membayar
pajak. Hanya mereka yang memenuhi syarat sebagi pajak yang mempunyai kewajiban
itu.
Menurut ketentuan pasal 12 Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, setiap wajib pajak wajib membayar pahjak yang terutang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya pada surat ketetapan pajak.
Sampai disini terlihat bahwa untuk menentukan lahirnya utang pajak, yang
dianut oleh pembuat Undang-undang adalah ajaran material, yakni sejak
dipenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif yang di tentukan
undang-undang, dengan tidak menunggu diterbitnya SKP.
Namun untuk kepentingan Administrasi perpajakan saat terutangnya pajak
tersbut adalah:
a. Pada
saat , untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga.
b. Pada
akhir masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yang di potong oleh pemberi kerja,
atau di pungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena
pajak atas pemungutan Pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
c. Pada
akhir tahun pajak, untuk Pajak Penghasilan.
D. Kewajiban Membayar Denda
Denda Administrasi , wajib pajak juga
dapat dikenalkan denda pidana. Denda pidana itu dapat di jatuhkan kepada wajib
pajak, misalnya dalam hal:
1.Wajib
pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara.
2.Wajib
pajak karena kealpaannya menyapaikan Surat Pemberi tahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan Negara.
3.Orang
yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan
tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha
Kena
Pajak.
4.Orang
yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
5.Orang
yang dengan sengaja menyampaikan surat Pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap.
6.Orang
yang dengan sengaja menolak untuk dilakuakan pemeriksaa.
7.Orang
yang dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar.
8.Orang
yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan ,
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, atau catatan, atau dokumen
lainnya.
9.Orang
yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Denda administrasi digunakan dalam rangka
penegakan hukum administrasi di bidang pajak. Adapun denda pidana digunakan
dalam rangka penegakan hukum pidana di bidang perpajakann. Denda administrasi
sebagai instrument penegakan hukum administrasi, penerapannya bisa dilakukan secara langsung
tanpa melalui proses peradilan. Sementara denda pidana, sebagai instrument
penegakan hukum pidana, tidak dapat diterapkan secara langsung, melainkan harus
melalui proses peradilan.
E. Kewajiban Melakukan Pembukuan dan Pencatatan
Berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut,
di dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ditentukan bahkan
bahwa setiap warga masyarakat yang melakukan kegiatan usaha diwajibkan
melakukan pembukuan, yang diatur sedemikian rupa sehingga setiap saat dapat
diketahui kewajiban-kewajibannya terhadap pihak ketiga.
Kehadiran pembukuan juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak
yang melakukan kegiatan usaha karena seringkali bagian pembukuan, misalnya
neraca dan laporan rugi laba.
Untuk bidang pajak, sudah ada ketentuan
yang mengatur pembukuan, yakni di dalam Pasal 28 Undang-Undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Oleh karena pembukuan itu antara lain
digunakan sebagai bahan informasi yang sangat penting bagi dasar dalam
penetapan utang pajak, dan sekaligus juga digunakan untuk kepentingan pihak
lain, maka sudah selayaknya kalau pembukuan dilakukan dengan benar. Standar
yang di gunakan juga berbeda. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terjadi
pembukuan ganda.
Pembukuan ganda terjadi manakala untuk
kepentingan yang berbeda dengan standar yang berbeda dilakukan lebih dari satu
pembukuan.
Artinya, sekalipun di dalam kenyataannya
secara riil itu dikeluarkan oleh perusahaan, hal tersebut untuk laporan pajak tidak
boleh di angggap sebagai biaya. Sebagai contoh misalnya untuk wajib pajak dalam
negeri dalam bentuk badan, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi pemenang saham, sekutu atau anggota; penggganti atau
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di berikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
F.
Kewajiban Menyerahkan Dokumen pada Waktu Pemeriksaan
Apabila self assessment system diterapkan, hal yang tak boleh di lupakan
adalah kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak itu harus diimbangi dengan
pengawasan. Pengawasan dilakukan mengingat wajib pajak bisa saja keliru di
dalam memenuhi kewajiban pajaknya, entah karena kesengajaan atau karena
kelalaian. Untuk mengetahui apakah telah terjadi kesalahan atau tidak, kadang
kala diperlukan pemeriksaan.
Karena itu harus memiliki tanda pengenal
pemeriksaan dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta
memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.
Sebaliknya pihak wajib pajak yang
diperiksa juga harus bertindak dan bersikap secar baik dan kooperatif, yakni:
a. Memperlihatkan
dan atau memijamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang
terutang pajak.
b. Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi
bantuan guna melancarkan pemeriksaan.
c. Memberikan
keterangan yang diperlukan.
Untuk mencegah adanya dalih keterikatan
pada kerahasiaan sehingga pembukuan, catatan, dokumen serta
keterangan-keterangan lain yang diperlukan tidak dapat diberikan wajib pajak,
maka demi kepentingan pemeriksaan, kewajiban merahasiakan itu dapat di tiadakan
oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
G.
Hak Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)
Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat
Pemberitahuan yang dibuat oleh wajib pajak masih terbuka baginya hak untuk
melakuakan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat
Direktur Jendral Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan. Pembetulan SPT bisa jadi dilakukan sebelum batas akhir penyerahan
SPT, tetapi dapat pula setelah batas akhir penyerahan SPT.
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian
Surat Pemberitahuan tersebut terbatas pada hal-hal seperti berikut:
a. Pajak-pajak
yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.
b. Rugi
berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.
c. Jumlah
harta menjadi lebih besar atau lebih kecil.
d. Jumlah
modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap
dilanjutkan.
Bagi wajib pajak memang diberikan waktu
yang agak panjang dalam melakukan pembetulan atas pengisian SPT. Pembetulan SPT
tersebut dapat dilakukan dalam berbagai tahapan baik sebelum maupun setelah
tanggal batas akhir penyampaian SPT, bahkan saat sudah dilakukan pemeriksaan.
Dengan adanya berbagai kemungkinan tersebut membawa konsekuensi seperti adanya
sanksi yang harus dipikul oleh wajib pajak.
H. Hak Mengangsur dan Menunda Pembayaran Pajak
Kesulitan tersebut dapat saja terjadi
misalnya karena wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas pada waktu itu dan
baru akan memperoleh uang tunai beberapa waktu kemudian.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
606/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang penentuan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan penyetoran pajak, tempat pembayaran pajak, tata cara
pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, yang ditindaklanjuti dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-53/PJ/1995 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, mengatur
mengenai pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
I.
Mendapatkan
Pengembalian Pajak (Restitusi)
Apabila
wajib pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik di
pusat (induk perusahaan) maupun cabang-cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut
dan bilamana masih terdapat sisa lebih, baru dapat dikembalikan kepada wajib
pajak.
J.
Hak Mengajukan Gugatan
Sebagai bentuk perlindungan hukum bagi
rakyat selaku wajib pajak maka di dalam ketentuan perpajakan juga diatur
kemungkinan bagi wajib pajak untuk mengajukan gugatan.
Gugatan wajib pajak atau penanggung pajak
dapat diajukan terhadap:
a. Pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman lelang.
b.
Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam pasal 25 ayat 1 dan pasal
26 Undang-undang tentang KUTAP.
d. Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Gugatan tersebut hanya dapat diajukan
kepada badan peradilan pajak. Menurut
ketentuan,
gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahas Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
Memang tak ada kejelasan dalam undang-undang apabila ternyata wajib pajak tidak
mempunyai kecakapan dan kemampuan merumuskan gugatan dalam Bahasa Indonesia
secara baik dan benar.
Gugatan tersebut diajukan dalam jangka
waktu yang dibatasi, yakni 14 hari, 30 hari, atau dapat diperpanjang 14 hari
apabila terjadi hal di luar kekuasaan wajib pajak (force majeur).
Dalam kaitannya dengan gugatan di
Pengadilan Pajak, gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang
pengurus, atau hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan
tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan
dilampiri salinan dokumen yang digugat.
Apabila selama proses gugatan, penggugat
meninggal dunia, gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari
ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit. Pengajuan tersebut
juga bisa dilakukan oleh ahli warisnya apabila wajib pajak mengajukan gugatan
dan ternyata selama proses gugatannya, belum selesai yang bersangkutan
meninggal dunia.
Gugatan yang dicabut sebagaimana tersebut
di atas dihapus dari daftar sengketa dengan penetapan ketua dalam hal surat
pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang, atau putusan Majelis/Hakim
Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan
setelah sidang atas persetujuan tergugat.
Oleh karena itu menurut undang-undang,
gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau
kewajiban perpajakan.
K. Hak Mengajukan Keberatan
Dalam memahami dan menginterprestasikan
ketentuan yang berlaku,bias jadi ada perbedaan antara satu pihak dengan pihak
yang lain. Demikian pula dalam bidang pajak, bias saja muncul perbedaan
penafsiran, antara pihak pemerintah sebagai fiskus dengan pihak rakyat sebagai
wajib pajak. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak,
dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, maka wajib
pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi ketetapan pajak, yaitu
jumlah rugi berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya
pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Keberatan tersebut harus diajukan
terhadap satu jenis pajak dan satu jenis pajak dan satu tahun pajak sehingga
apabila diajukan keberatan untuk jenis pajak yang sama, tetapi tahun pajaknya
berbeda, maka masing-masing diajukan secara terpisah (dalam dua buah surat
keberatan).
Dalam kaitan dengan pengajuan keberatan
oleh wajib pajak, keputusan yang terhadapnya daapt diajukan keberatan oleh
wajib pajak meliputi :
a. SKPKB
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
b. SKPKBT
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
c. SKPLB
(Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)
d. SKPN
(Surat Ketetapan Pajak Nihil)
e. Pemotongan
atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
Keberatan tersebut diajukan kepada
Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, yag
wilayah hukumnya meliputi tempat dimana wajib pajak berada atau berkedudukan.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud, kecuali apabila wajib
pajak dapat menunjukan bahwa jangja waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaaanya. Wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu
itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya. Apabila wajib pajak melunasi pajak yang masih
harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ketentuan tersebut perlu deperhatikan karena keberatan yang tidak
dipertimbangkan.
Waktu pengajuan keberatan tersebut
ditentukan dengan maksud antara lain agar wajib pajak mempunyai waktu yang
cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya. Apabila
ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh
wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaaan wajib pajak , maka tenggang waktu
selama 3(tiga) bulan tersebut masih dapt dipertimbangkan untuk diperpanjang
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Apabila wajib pajak mengajukan keberatan
atas surat ketetapan pajak, wajib pajak melunasi pajak yang masih harus dibayar
paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan,sebelum surat keberatan disampaikan. Ketentuan tersebut
berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menen ukan bahwa pengajuan keberatan
tidak menghalangi tindakan penagihan sampai dengan pelaksanaan lelang.
Dalam ketentuan yang baru terlihat betapa
wajib pajak diposisikan lebih kuat disbanding sebelumnya. Dalam ketentuan yang
baru juga disebutkan bahwa “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka
waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) atau ayat
(3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.” Dengan demikian jangka waktu pelunasan pajak ditetapkan dalam surat
tagihan, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan , Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, menjadi tertangguh begitu ada keberatan.
Dalam hal keberatana wajib pajak ditolak
atau dikabulkan sebagian,wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Tata cara
pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimaana dimaksud antara lain mengatur
pemberian hak kepada wajib pajak untuk hadir memberikan keterangan atau
memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
L. Hak Mengajukan Banding
Terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal
Pajak tersebut, bias jadi wajib pajak merasa belum puas. Jika terjadi demikian
maka Wajib Pajak merasa belum puas. Jika terjadi demikian maka Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
itu. Seperti halnya pengajuan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak maka pengajuan
banding itu juga harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan
alas an yang jelas dalam waktu 3(tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri
salinan surat keputusan tersebut.
Sebenarnya pengajuan banding merupakan
proses lanjutan dari upaya hukum sebelumnya, yang diajukan oleh wajib pajak
yang berupa upaya keberatan.
M.
Perlindungan Terhadap Rahasia Wajib Pajak
Perikatan pajak yang merupakan perikatan
hukum publik menempatkan aparatur pemerintah dibidang perpajakan dalam posisi
yang lebih menentukan karena dilengkapi dengan kewenangan hukum publik. Karena
hal itu berkaitan dengan penggunaan kewenangan hukum publik, yang dimiliki oleh
aparatur pemerintah di bidang pajak, maka dapat dikatan sebagai rahasia
jabatan.
Setiap
pejabat maupun petugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahiasaan
wajib pajak kepada pihak lain yang tidak berhak menyangkut perpajakan, antara
lain mengenai hal- hal :
a. Surat
pemberitahuan, Laporan Keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh wajib
pajak.
b. Data
yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan.
c. Dokumen
atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
d. Dokumen
atau rahasia wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkenaan.
Keterangan yang dapat diberitahukan adalah
identitas wajib pajak dan informasi ynag bersifat umum tentang perpajakan.
Identitas wajib pajak meliputi :
a. Nama wajib pajak
b. Nomor pokok wajib pajak
c. Alamat wajib pajak
d. Alamat kegiatan usaha
e. Merek usaha
f. Kegiatan usaha wajib pajak
Informasi
ysng bersifat umum tentang perpajakan meliputi :
1. Penerimaan
pajak secara nasional
2. Penerimaan
pajak per kantor wilayah direktorat Jenderal Pajak dan atau per Kantor
Pelayanan pajak
3. Penerimaan
pajak per jenis pajak
4. Penerimaan
pajak per klasifikasi lapangan usaha
5. Jumlah
wajib pajak atau pengusaha kena pajak terdaftar
6. Register
permohonan wajib pajak
7. Tunggakan
pajak secara nasional
8. Tunggakan
pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak
Dikecualikan
dari kentuan sebagaimana tersebut diatas :
a.
Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak
sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
b.
Pejabat dan tenaga ahli yang ditetapkan
Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau
instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan
negara.
N.
Mendapatkan Pengurangan dan Membatalkan Pajak
Perhitungan dan penetapan pajak bisa jadi
tidak benar. Hal tersebut bisa terjadi karena kesalahan pihak fiskus ataupu dan
keliruan wajib pajak. Apabila terjadi ketidak benaran dalam penetapan uang
pajak maka terhadapnya dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan ketetapan
tersebut. Hal itu diatur di dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf b UU tentang KUTAP,
dan diatur lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
607/kmk04/1994 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak. Permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh wajib pajak
paling banyak dua kali.
Dirjen Pajak, selambat-lambatnya
enam bulan sejak surat permohonan wajib pajak diterima, wajib memberikan
keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar. Apabila setelah lewat waktu enam bulan sejak surat permohonan
wajib pajak diterima sebagaimana dimaksud itu Dirjeb Pajak tidak memberikan
suatu keputusan maka permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
dianggap dikabulkan. Terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak
tidak dapat diajukan banding.
Pengurangan dan pembatalan ketetapan pajak
secara jabatan yang dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak berkaitan dengan
adanya kemungkinan bahwa kesalahan penetapan utang pajak itu terjadi bukan
karena kesalahan wajib pajak. Wajib
pajak yang bersangkutan bisa saja benar dan pihak fiskuslah yang kurang teliti
di dalam penetapan utang pajak sehingga terjadi kesalahan.
Dalam hal ini tak harus ada permohonan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dari wajib pajak, melainkan
Direktur Jendral Pajak diberi kewenangan untuk secara jabatan mengurangi atau
membatalkan ketetapan pajak dimaksud. Sebaliknya, bisa jadi pihak fiskus tidak
mengetahui adanya kesalahan penetapan pajak itu.
O. Hak mendapatkan Pengurangan dan
Pembatalan Sanksi Administrasi
Kepada wajib pajak yang karena sesuatu hal
dikenakan sanksi administrasi maka kepadanya dimungkinkan untuk diberikan
pengurangn ataupun penghapusan sanksi administrasi. Demikian juga kepada Wajib
Pajak yang telah ditetapkan utang pajaknya maka yang bersangkutan juga
dimungkinkan untuk mendapatkan pengurangan dan pembatalan ketetapan pajaknya.
Hal itu diatur di dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf b UU tentang KUTAP, dan diatur
lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/kmk04/1994 tentang
Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak.
Dalam kaitannya dengan pengurangan
dan penghapusan sanksi administrasi, wajib pajak dapat mengajukan permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan wajib pajak atau
bukan karena kesalahannya. Permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh Wajib
Pajak paling banyak dua kali.
Permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan tersebut harus disampaikan
secara tertulis oleh wajib pajak kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan
Pajak yang mengenakan sanksi administrasi, selambat-lambatnya tiga bulan sejak
tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dengan memberikan alasan yang
jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.
Jendral Pajak karena jabatannya, dan
berlandaskan unsur keadilan, dapat mengurangkan atau membatalkan Ketetapan
Pajak yang tidak benar, misalnya wajib pajak yang ditolak pengajuan keberatan
karena tidak memenuhi persyaratan formal, memasukan Surat Keberatan tidak pada
waktunya, meskipun persyaratan material terpenuhi.
Jadi kalau wajib pajak merasa tidak puas
terhadap keputusan Direktur Jendral Pajak yang menolak permohonannya, misalnya,
maka tidak terbuka kesempatan banding.
BAB III
PENUTUP
3.I Kesimpulan
Pajak ialah iuran wajib kepada negara
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali
secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan rumusan
masalah yang telah ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara
memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaan
antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan
sosial yang dapat memicu berbagai permasalah di kemudian hari, disamping itu wajib pajak pun mempunyai
kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak.
3.2
Saran
Dengan
ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak ini,
semoga kita semua bisa benar-benar memahami tentang apa yang seharusnya kita
dapatkan sebagai warga negara sehingga jika ada hak-hak yang belum kita
dapatkan, kita bisa memperjuangkannya. Jika hak-hak sebagai warga negara telah
kita terima, maka sepatutnya kita menjalankan kita sebagai masyarakat di negara
Indonesia wajib membayar pajak untuk kelangsungan hidup negara ini dan juga
untuk membangun negara ini agar mencapai kesejahteraan bersama, tetapi
kewajiban membayar pajak yang sudah terlaksana ini harus diwujudkan dengan
wujud nyata mana hasil dari pembayaran pajaknya.
DAFTAR PUSTAKA
https://saripedia.wordpress.com/tag/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak/
http://jobapri.blogspot.com/2013/03/panduan-hak-dan-kewajiban-wajib-pajak_984.html
http://ervinzpurple.blogspot.com/2012/10/makalah-hak-dan-kewajiban-warga-negara.html
http://jodisopandi.blogspot.com/2012/03/makalah-tentang-pajak.html
No comments:
Post a Comment