Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan tugas / hometask Mata
Kuliah Sistem Perbankan Indonesia yang membahas tentang “Otoritas Jasa Keuangan”.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengajar Mata Kuliah Sistem Perbankan Indonesia yang telah memberikan arahan dalam hal pengerjaan
ataupun penyelesaian makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Semoga makalah ini
dapat memberi manfaat kepada penyusun dan pembaca untuk menambah pengetahuan
maupun manfaat lainnya.
Semarang,
24 Maret 2015
Penyusun
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara historis, ide
untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah
dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU
tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
undang-undang.Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang
pembentukkan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk.
Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga
pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan hal tersebutlah,
yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk
mengawasi sector jasa keuangan.
Akan tetapi dalam
prosesnya, sampai dengan tahun 2010. Perintah untuk pembentukkan lembaga
pengawasan ini, yang kemudian dikenall dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
masih belum terealisasi. Kondisi tersebut menyebabkan dalam kurun waktu hampir
satu decade, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidah dapat menjadi pengawas
perkembangan perbankan yang belakangan ada banyak fenomena-fenomena negative.
Seperti Kasus Bank Century
yang melakukan penyimpangan tanpa ada ketakutan bertindak dan dikarenakan
memang tidak ada lembaga tertentu yang menjadi pengawas. Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) kini bisa menjadi penting, apabila dalam perkembangan praktek perbankan
dan pengawasan perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan
kepentingan.
Disisi
yang lain, para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK ini, bahwa
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mutlak dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas
sistem keuangan global. Namun, RUU OJK harus dibahas simultan dengan paket RUU
Keuangan lain, sperti RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU Pasar
Modal serta amandemen UU Bank Indonesia, Perasuransian dan Dana Pensiun. Hal tersebut
terungkap dalam seminar Reformasi. Sektor Keuangan memperkuat Fondasi, Daya
Saing dan Stabilitas Perekonomian Nasional. Pembentukan OJK diperlukan guna
mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Disisi lain,
pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan
di Indonesia. Pemerintah mempunyai
komitmen tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor
keuangan.
1.2. Rumusan Masalah
2.
Apa Pengertian Otoritas Jasa
Keuangan ?
3.
Bagaimana Pembentukan, Status, dan
Tempat Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan ?
4.
Apa saja Visi dan Misi Otoritas
Jasa Keuangan ?
5.
Apa saja Tujuan, Fungsi, dan
Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan ?
1.3. Tujuan Penulisan
2.
Mengetahui Pengertian Otoritas
Jasa Keuangan
3.
Mengerti Pembentukan, Status, dan
Tempat Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan
4.
Mengetahui Visi dan Misi Otoritas
Jasa Keuangan
5.
Mengetahui, Mengerti dan Memahami
apa itu Tujuan, Fungsi, dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan
sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat
lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan
pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK
adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa
keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya
adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu
tidak terulang kembali.
Menurut UU No 21 tahun
2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."
Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian
dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan dengan
dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di
dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat
lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan agar adanya
pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang
melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda.
Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang
tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan
kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf
pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI)
tersebut direvisi, menjadi UU No 24 tahun 2004 yang menyatakan
tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya
sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen
Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa
pemerintahan Presiden Gus Dur. UU hasil amendemen ini disebut oleh Menteri
Keuangan Boediono sebagai undang-undang Bank Sentral Modern. Salah satu masalah krusial yang
memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang
mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank
Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen
Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk
paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga
Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah
harus dibentuk pada akhir Desember 2002.
Secara historis, ide pembentukan OJK
sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan
undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden
Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan
independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi
tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak
sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.
Industri Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
(Khusus) berisi beberapa lembaga atau perusahaan yang dibentuk atau didirikan
untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat khusus, umumnya berkaitan
dengan upaya mendukung program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.
Lembaga atau perusahaan jasa keuangan
tersebut adalah :
1. Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit Perusahaan
Penjaminan Kredit adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan
kegiatan usaha pokoknya melakukan penjaminan kredit. Pembentukan Lembaga
atau Perusahaan Penjaminan Kredit dimaksudkan untuk membantu Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengakses pendanaan dari perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.
2. Perusahaan Penjaminan Infrastruktur Perusahaan
Penjaminan Infrastruktur adalah persero yang didirikan untuk tujuan memberikan
penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, badan usaha di bidang
infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur.
3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) adalah lembaga yang secara khusus dibentuk
untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor
nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
4. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan Perusahaan
Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah lembaga atau perusahaan yang dibentuk
dengan tugas menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau
oleh masyarakat. Saat ini, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), atau
biasanya disingkat PT SMF (Persero) adalah satu-satunya Perusahaan Pembiayaan
Sekunder Perumahan yang didirikan di Indonesia.
5. Perusahaan Pegadaian Perusahaan Pegadaian
adalah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk membantu program pemerintah
dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat,
khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada usaha
skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang didirikan dengan tugas
dan fungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. BPJS
dibentuk sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Lembaga Keuangan Mikro Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang secara khusus didirikan
dengan maksud untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggotanya dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
2.2. Pembentukan Status dan Tempat Kedudukan OJK
Pasal 2
1. Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.
2. OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
1. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa hal yang
melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan UU tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali dirubah, yakni :
a. Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan
yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam
perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem
perekonomian nasional.
b. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan
dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial
telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling
terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
c. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah
kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem
keuangan
d. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa
keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya
perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem
keuangan.
Harapan penataan
melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat
dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan
yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
stabilitas sistem keuangan. Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.
2.3. Visi dan Misi OJK
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa
keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan
mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) adalah :
1.
Mewujudkan
terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel
2.
Mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3.
Melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.
OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap :
1.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Perbankan;
2.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Pasar Modal; dan
3.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
2.4. Tujuan, Fungsi, dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan
Tujuan dalam
pembentukan OJK :
1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman
krisis.
3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan
memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
Fungsi OJK adalah :
1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum
stabilitas keuangan
2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
3. Melakukan pengawasan non-Bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
4. Pengawasan Bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan
dipegang oleh lembaga baru
Wewenang OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan
pengawasan, sebagai berikut :
1. Terkait khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang
meliputi :
ü Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
ü Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
ü Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
linkuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
mininum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar
akuntansi Bank.
ü Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati - hatian bank, meliputi :
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian
uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
pemeriksaan bank.
2. Terkait Pengaturan Lembaga Keuangan (Bank dan Bukan Bank) yang meliputi :
ü Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
ü Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
ü Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
ü Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu.
ü Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
Lembaga Jasa Keuangan.
ü Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
ü Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan di sektor jasa keuangan.
3. Terkait Pengawasan Lembaga Keuangan (Bank dan Bukan Bank) yang meliputi :
ü Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan.
ü Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutir.
ü Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan , pelaku, dan penunjang kegiatan
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang - undangan di
sektor jasa keuangan.
ü Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan pihak
tertentu.
ü Melakukan Penujukan pengelola statuter.
ü Menetapkan penggunaan pengelola statuter.
ü Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang - undangan di sektor jasa keuangan.
ü Memberikan dan mencabut : izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan
usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain
KESIMPULAN
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan
secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana,
perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian
OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang
jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mempunyai Visi dan Misi, Tujuan, Fungsi, dan Kewenangan
yang semuanya sudah dipaparkan pada Bab II bagian Pembahasan.
No comments:
Post a Comment